Audiensi ADAKSI dengan Kemdiktisaintek, Perjuangan Tukin Dosen dan Komitmen Pemerintah

oleh -0 Dilihat

Wanua.id – Aliansi Dosen Akademisi Seluruh Indonesia (ADAKSI) menggelar audiensi dengan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) di Kantor Kemdiktisaintek, Senayan. Dalam pertemuan yang berlangsung dari pukul 09.00 hingga 10.30 WIB, ADAKSI menyampaikan berbagai aspirasi terkait kesejahteraan dosen, khususnya mengenai Tunjangan Kinerja (Tukin) dan regulasi kenaikan pangkat.

Pertemuan ini dihadiri oleh jajaran pimpinan ADAKSI, termasuk Ketua ADAKSI Dr. Fatimah, S.S., M.P., dan Wakil Ketua ADAKSI Anggun Gunawan, S.Fil., M.A., serta perwakilan dosen dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Dari pihak Kemdiktisaintek, audiensi dihadiri oleh Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Prof. Brian Yuliarto, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Prof. Khairul Munadi, Sekretaris Jenderal Prof. Togar Mangihut Simatupang, Inspektur Jenderal Dr. Catarina M. Girsang, M.H., serta beberapa pejabat kementerian lainnya.

Dalam audiensi ini, ADAKSI menyoroti sejumlah isu krusial, termasuk pentingnya hubungan yang sehat antara ADAKSI dan Kemdiktisaintek, serta urgensi pemberian Tukin bagi semua dosen. ADAKSI menegaskan bahwa tanpa Tukin, Perguruan Tinggi Swasta (PTS) akan mengalami kesulitan mendapatkan mahasiswa baru, sementara beban kerja dosen semakin berat. ADAKSI juga mendesak agar pembayaran Tukin segera direalisasikan mulai tahun 2025, karena selama bertahun-tahun dosen tidak mendapatkan hak tersebut, sementara ASN di kementerian lain telah menerimanya sejak lama.

Transparansi regulasi menjadi perhatian utama dalam pertemuan ini, terutama terkait Permendikbud No. 49/2020, yang seharusnya menjadi dasar hukum pembayaran Tukin sejak 2020. ADAKSI menilai kementerian belum sepenuhnya terbuka dalam implementasi regulasi ini. Selain itu, ADAKSI meminta agar Beban Kinerja Dosen (BKD) menjadi satu-satunya dasar pembayaran Tukin tanpa persyaratan tambahan yang berbelit, seperti absensi fingerprint dua kali sehari yang dianggap tidak sesuai dengan ritme kerja dosen dalam menjalankan Tridharma Perguruan Tinggi.

Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Prof. Brian Yuliarto menanggapi dengan menyatakan pemahamannya terhadap perjuangan dosen, karena ia sendiri berasal dari latar belakang akademisi. Ia berkomitmen untuk mempercepat penandatanganan Peraturan Presiden (Perpres) terkait Tukin Dosen dan telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp2,5 triliun, dengan tambahan Rp300 miliar yang masih dalam tahap negosiasi dengan DPR dan Kementerian Keuangan.

Selain itu, Kemdiktisaintek juga berencana membuka 1.000 formasi beasiswa S3 dalam negeri bagi dosen agar mereka dapat melanjutkan studi tanpa meninggalkan tugas mengajar. Program hibah riset khusus untuk dosen pemula juga akan segera diluncurkan agar mereka dapat bersaing dalam dunia penelitian tanpa harus bersaing dengan dosen senior.

Dalam hal regulasi, Menteri mengundang ADAKSI untuk bergabung dalam Tim Pengkajian Permendikbud No. 44/2024. Mengenai sistem presensi, kementerian sepakat untuk menggantikan fingerprint dengan sistem presensi berbasis online yang lebih fleksibel dan sesuai dengan pola kerja dosen.

Meskipun banyak poin penting yang disepakati, audiensi ini belum menghasilkan kepastian mengenai tanggal pencairan Tukin karena masih menunggu keputusan Presiden Prabowo dalam menandatangani Perpres Tukin. ADAKSI menegaskan akan terus mengawal proses ini agar realisasi Tukin for All dapat masuk dalam APBNP 2025 atau APBN 2026.

Diskusi tambahan dengan Inspektur Jenderal Kemdiktisaintek Dr. Catarina M. Girsang juga mengungkap adanya perbedaan interpretasi mengenai Permendikbud 49/2020. Pihak inspektorat beranggapan bahwa peraturan tersebut tidak mencakup dosen sebagai penerima Tukin, sementara ADAKSI berpendapat sebaliknya. Perbedaan persepsi ini akan menjadi salah satu isu yang terus didorong ADAKSI dalam diskusi-diskusi selanjutnya dengan kementerian.

Dengan pertemuan ini, ADAKSI berharap komitmen pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan dosen dapat segera terealisasi, terutama dalam bentuk pencairan Tukin yang telah lama dinanti. Para akademisi menegaskan bahwa pengakuan terhadap profesi dosen sebagai pilar utama pendidikan tinggi harus diwujudkan dalam kebijakan yang nyata dan berkeadilan.