Mau Tetap ‘Sakit & Bodoh’? Silakan Bertahan di Gaji Rp 5 Juta, Kata Menkes

oleh -218 Dilihat

Wanua.id – Pernyataan lugas Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin langsung mengguncang ruang diskusi di Menteng, Sabtu, 17 Mei 2025. Di hadapan akademisi dan pelaku industri, Menkes menegaskan: “Siapa bergaji Rp 15 juta pasti lebih sehat dan pintar ketimbang yang hanya Rp 5 juta. Kalau tak sehat dan tak pintar, mustahil bisa tembus Rp 15 juta.” Kalimat itu sontak menusuk—seolah merangkum ambisi Indonesia mengejar status negara maju pada 2045 dalam dua kata kunci: sehat dan pintar.

Dikutip dari Detik.com, Budi tidak sekadar melempar retorika. Ia memaparkan logika sederhana namun menggelitik: kesehatan prima memperbesar peluang belajar dan bekerja; kecerdasan mendorong produktivitas; gabungan keduanya tercermin di slip gaji. “Kalau pintar tapi rajin bolak-balik rumah sakit, kariernya macet. Kalau bugar tapi minim kemampuan, ya tetap mentok,” ujarnya, memancing bisik-bisik sinis di sudut ruangan—terutama dari peserta yang merasa gajinya masih jauh dari angka keramat itu.

Menkes mengakui, statistik saat ini belum memihak. Rata-rata pendapatan nasional masih terpaut jauh dari syarat minimal Rp 15 juta per bulan untuk kelas negara maju. Tantangannya, kata dia, adalah membalik orientasi sistem kesehatan: dari kuratif-defensif menjadi promotif-preventif. “Tugas kami bukan sibuk menambal luka, melainkan memastikan rakyat tak jatuh sakit,” tegas Budi.

Ia kemudian menguliti kebiasaan harian masyarakat: konsumsi gula dan lemak berlebihan, perut buncit akibat tumpukan lemak visceral, dan minimnya aktivitas fisik. “Itu bom waktu. Mau mimpi gaji dua digit? Potong dulu lingkar perut,” sindirnya. Menkes juga menyinggung empat penyakit paling mematikan—stroke di puncak daftar—sebagai bukti mahalnya gaya hidup keliru.

Provokasi Budi tak berhenti di sana. Ia menantang sektor pendidikan dan dunia usaha untuk berhenti “bermain aman.” “Sekolah harus melahirkan otak gesit, perusahaan wajib memberi ruang kerja sehat. Kalau masih betah di zona nyaman, lupakan Indonesia Emas 2045,” katanya—membuat beberapa peserta terdiam, lalu buru-buru membuka ponsel seolah menghitung-hitung gaji mereka sendiri.

Di luar aula, komentar cepat bertebaran. Ada yang menilai pernyataan Menkes melecehkan pekerja bergaji rendah. Ada pula yang memuji keberaniannya menyuarakan realitas pahit: kesehatan dan kecerdasan memang modal utama naik kelas. Kalangan ekonom menambahkan catatan: gaji Rp 15 juta baru masuk akal jika pertumbuhan upah dibarengi produktivitas tinggi dan inflasi terkendali.

Terlepas dari pro-kontra, satu hal jelas—Budi Gunadi Sadikin berhasil menyalakan perbincangan panas: apakah Indonesia berani menuntut setiap warganya lebih sehat dan pintar demi dompet yang tebal, atau puas berkutat di angka Rp 5 juta dengan segala konsekuensinya? Tahun 2045 tinggal dua dekade lagi; hitung mundur sudah dimulai, dan suara Menkes kini menggema sebagai alarm keras di telinga semua pihak.