Pengaruh Selebritas Dinilai Perparah Paparan Rokok Elektrik pada Anak Muda

oleh -97 Dilihat

Wanua.id — Di tengah meningkatnya kekhawatiran publik terhadap dampak rokok elektronik pada generasi muda, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Perlindungan Kesehatan Anak dan Kaum Muda menyerukan aksi tegas kepada para selebritas dan influencer yang terlibat dalam promosi produk tembakau dan rokok elektrik. Pernyataan yang disampaikan pada 27 Mei 2025 ini menyoroti bagaimana kekuatan figur publik di media sosial justru menjadi saluran promosi laten yang sangat efektif, namun membahayakan.

Koalisi yang terdiri dari 13 organisasi masyarakat sipil ini mengingatkan bahwa banyaknya figur publik yang memamerkan rokok elektrik di media sosial telah memicu peningkatan ketertarikan anak dan remaja terhadap produk tersebut. Menurut Mouhamad Bigwanto, perwakilan Koalisi, pengaruh para selebritas tidak hanya memperkuat promosi, tetapi juga membentuk narasi keliru bahwa rokok elektronik aman dikonsumsi. “Padahal, rokok elektronik tidak berbeda dengan rokok konvensional. Sama-sama mengandung zat adiktif nikotin dan senyawa berbahaya lainnya, dengan dampak kesehatan yang sangat serius,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Sabtu (31/5/2025).

Laporan dari Southeast Asia Tobacco Control Alliance (SEATCA) memperkuat kekhawatiran tersebut, dengan menyebut bahwa industri rokok telah lama menargetkan anak muda sebagai pasar potensial melalui strategi pemasaran digital yang terselubung. Endorsement oleh selebritas di media sosial menjadi alat utama dalam menormalisasi penggunaan rokok elektronik, menjadikannya bagian dari gaya hidup yang dianggap modern dan keren.

Situasi ini diperburuk dengan lemahnya regulasi di Indonesia. Berbeda dengan promosi rokok konvensional yang sudah dibatasi, iklan dan promosi rokok elektrik masih bebas beredar di media sosial, termasuk melalui unggahan para figur publik. Hal ini menciptakan ruang promosi terbuka yang secara tidak langsung menargetkan remaja dan anak-anak.

Asep Rahman dari Yayasan Bina Lentera Insan menilai bahwa masalah ini bukan hanya soal regulasi, tetapi juga soal tanggung jawab moral para tokoh publik. “Ketika figur publik memperlihatkan penggunaan rokok elektrik secara terbuka, mereka sedang mengirim pesan bahwa hal itu lumrah, bahkan keren. Ini sangat berbahaya bagi anak-anak dan remaja yang sedang membentuk identitas diri dan mudah meniru,” ungkap Asep. Ia menekankan pentingnya membangun kesadaran kolektif, termasuk di dunia pendidikan dan komunitas lokal, untuk menahan laju normalisasi rokok elektronik di kalangan muda.

Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi, Irny Maino, menyebut bahwa aspek psikologis anak dan remaja tidak boleh diabaikan dalam fenomena ini. “Pada usia remaja, pengaruh dari luar sangat kuat, termasuk dari media sosial. Ketika mereka melihat panutan mereka menggunakan rokok elektrik, persepsi terhadap risiko jadi kabur,” jelas Irny. Ia menekankan perlunya pendekatan interdisipliner antara pendidikan, kesehatan, dan komunikasi publik untuk memutus rantai daya tarik rokok elektronik di kalangan muda.

Di tengah minimnya perlindungan hukum dan edukasi publik yang masih lemah, kekuatan narasi selebritas menjadi senjata utama industri dalam memperluas jangkauan pasar. Negara dituntut hadir, tidak hanya dalam bentuk regulasi, tetapi juga melalui gerakan edukatif yang menyasar sekolah, keluarga, dan komunitas digital. Tanpa intervensi nyata, Indonesia berisiko menghadapi gelombang baru kecanduan nikotin yang dimulai dari klik, like, dan unggahan para idola.