Sengkarut Uji Kompetensi Calon Dokter, Mahasiswa Terjebak di Tengah Regulasi Baru

oleh -146 Dilihat

Wanua.id — Rencana pelaksanaan Uji Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter (UKMPPD) pada pertengahan Agustus 2025 memicu polemik di tingkat nasional. Dua kementerian, yakni Kementerian Kesehatan serta Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, berkomitmen melaksanakan ujian berdasarkan standar prosedur operasional (SPO) versi lama. Namun, sikap ini tidak sejalan dengan empat kolegium profesi kedokteran yang menolak pelaksanaan tersebut dan menuntut agar UKMPPD mengacu pada SPO terbaru.

Perselisihan ini merupakan imbas dari penerapan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, atau yang dikenal sebagai omnibus law kesehatan. UU tersebut menegaskan bahwa pelaksanaan uji kompetensi profesi dokter melibatkan penyelenggara pendidikan dan kolegium, berbeda dengan mekanisme sebelumnya yang dilaksanakan oleh tim yang ditunjuk langsung oleh kementerian, tanpa keterlibatan kolegium.

Ketidaksepakatan antara pemerintah dan kolegium menimbulkan ketidakpastian yang cukup serius, terutama bagi mahasiswa kedokteran yang tengah menyelesaikan tahap akhir pendidikan mereka. Tanpa pelaksanaan uji kompetensi yang sah, mahasiswa tidak dapat memperoleh ijazah profesi, sehingga tertunda untuk mengikuti program internship—masa magang satu tahun yang wajib dijalani sebelum memperoleh surat tanda registrasi (STR).

Situasi ini tidak hanya berdampak pada kelulusan individu, tetapi juga berpotensi memperlambat proses pemenuhan kebutuhan tenaga kesehatan di Indonesia. Saat ini, negara masih menghadapi kekurangan sekitar 150 ribu dokter. Ketertundaan dalam proses uji kompetensi dapat memperparah distribusi tenaga medis, terutama di wilayah-wilayah yang belum memiliki cukup dokter dan tenaga kesehatan lainnya.

Dengan belum adanya kesepakatan final antara pemerintah dan kolegium, mahasiswa profesi dokter berada di posisi yang rentan. Mereka menunggu kepastian pelaksanaan UKMPPD di tengah kebingungan regulasi dan tarik-menarik antara dua kepentingan kelembagaan yang seharusnya bersinergi dalam menjamin kualitas dan keberlangsungan profesi kedokteran di Indonesia.