Wanua.id — Meningkatnya minat masyarakat terhadap bekam menandai tingginya kebutuhan akan layanan pengobatan tradisional. Meski dikenal luas dan diyakini bermanfaat untuk kesehatan, praktik ini belum sepenuhnya diakui dalam sistem pelayanan medis formal karena belum memiliki standar atau protokol medis resmi.
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (Unair), Imam Subadi, dikutip dari Tempo, menyebut bahwa bekam telah menjadi bagian dari pendekatan medis dalam Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi (KFR). Namun, ia mengakui bahwa penerapannya di lapangan masih menghadapi banyak tantangan.
“Ada klaim yang berlebihan mengenai manfaat bekam,” kata Imam dalam keterangan tertulis pada Jumat, 23 Mei 2025.
Ia menambahkan, sebagai pengobatan alternatif, teknik bekam sangat bervariasi. Bahkan, masih banyak terapis yang menggunakan alat tidak steril, sehingga menimbulkan risiko penularan penyakit. Meski demikian, Imam menyatakan bahwa bekam bisa digunakan sebagai terapi tambahan untuk nyeri kronis, seperti pada kasus osteoarthritis, nyeri otot, rehabilitasi pasca stroke, atau cedera olahraga.
“Tentunya harus dilakukan dengan prosedur medis yang aman dan sesuai standar,” ucap Imam.
Imam, yang merupakan Guru Besar Unair Bidang Ilmu Traumatic Brain Injury, Nyeri, dan Neuroplastisitas, mendorong agar terapi bekam mendapat perhatian khusus, terutama dalam hal penyusunan prosedur dan penjaminan keamanan. Ia mengajak praktisi bekam untuk mulai menyusun pedoman klinis, menyediakan pelatihan dan sertifikasi tenaga medis, serta melakukan penelitian lanjutan agar praktik ini bisa terintegrasi ke dalam sistem kesehatan nasional.
“Tidak hanya sebagai warisan budaya, tapi juga terapi yang ilmiah, aman, dan bermanfaat,” kata dosen berusia 64 tahun ini.
Senada dengan hal tersebut, perwakilan Yayasan Bina Lentera Insan, Asep Rahman, menegaskan bahwa kebutuhan terhadap pengobatan tradisional, termasuk bekam, semakin tinggi dan perlu dijawab dengan pendekatan keilmuan serta riset yang terarah.
“Bekam menunjukkan kebutuhan layanan kesehatan tradisional cukup tinggi, sehingga membutuhkan pelatihan keilmuan dan riset,” kata Asep.
Yayasan Bina Lentera Insan, kata dia, telah menyediakan fasilitas pelatihan dan pengembangan penelitian terkait obat tradisional melalui Balai Latihan Kerja Komunitas. Upaya ini diharapkan dapat mendukung lahirnya sistem layanan kesehatan tradisional yang terstandar, aman, dan berbasis bukti ilmiah. “BLKK YBLI merupakan satu-satunya balai latihan kerja yang menyelenggarakan training kesehatan tradisional bersertifikat di wilayah timur Indonesia” tutup Asep.
