Upaya Adaptasi Iklim Mendesak untuk Ditingkatkan: Kesenjangan Pendanaan Masih Lebar, Tantangan bagi Indonesia

oleh -364 Dilihat
The Adaptation Gap Report 2024: Come hell and high water finds

Wanua.id — Dampak perubahan iklim yang semakin nyata mulai dari kenaikan permukaan air laut, cuaca ekstrem, hingga peningkatan bencana alam seperti banjir dan kekeringan, menimbulkan ancaman serius bagi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Adaptation Gap Report 2024: Come hell and high water yang baru dirilis menggarisbawahi urgensi peningkatan upaya adaptasi iklim, terutama dalam bentuk pendanaan yang memadai.

Laporan ini menemukan bahwa meski pendanaan publik untuk adaptasi iklim global mengalami peningkatan—dari US$22 miliar pada 2021 menjadi US$28 miliar pada 2022—angka tersebut masih jauh dari mencukupi untuk menutup kesenjangan besar yang terus meningkat. Kebutuhan pendanaan adaptasi di negara berkembang diperkirakan mencapai US$187-359 miliar per tahun, yang menempatkan target pendanaan Glasgow Climate Pact untuk menggandakan dana adaptasi pada 2025 hanya akan mengurangi kesenjangan ini sekitar lima persen. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ada peningkatan, langkah tersebut belum cukup untuk merespons besarnya tantangan adaptasi yang dihadapi oleh negara-negara rentan.

Bagi Indonesia, yang termasuk dalam kelompok negara yang rentan terhadap dampak perubahan iklim, kesenjangan pendanaan adaptasi memiliki dampak besar. Indonesia membutuhkan dana yang signifikan untuk mendanai berbagai program adaptasi, termasuk di antaranya peningkatan infrastruktur di kawasan pesisir, pengelolaan sumber daya air, dan upaya melindungi komunitas yang terdampak langsung oleh perubahan iklim. Tanpa aliran dana yang memadai, berbagai wilayah di Indonesia akan semakin rentan terhadap bencana yang dipicu oleh perubahan iklim, seperti banjir yang kerap terjadi di Jakarta dan daerah-daerah pesisir lainnya, serta ancaman kekeringan yang dapat memengaruhi ketahanan pangan.

Laporan Adaptation Gap menegaskan bahwa negara berkembang seperti Indonesia tidak hanya membutuhkan pendanaan tetapi juga transfer teknologi dan peningkatan kapasitas untuk menjalankan program adaptasi yang efektif. Peralihan dari pendekatan adaptasi yang reaktif menjadi strategi adaptasi yang antisipatif dan berbasis data sangat penting untuk menghadapi ancaman perubahan iklim dalam jangka panjang. Namun, peralihan ini memerlukan investasi yang lebih besar, baik dari dana pemerintah maupun dukungan dari pendanaan global.

Di sisi lain, Indonesia juga dapat mengambil contoh dari negara lain seperti Tiongkok yang berhasil membatasi keran impor limbah secara bertahap untuk mengurangi beban pencemaran. Langkah tersebut sejalan dengan pendekatan yang disarankan dalam laporan untuk menciptakan pola konsumsi dan produksi yang berkelanjutan, yang tidak hanya berdampak baik bagi lingkungan tetapi juga bagi kesejahteraan ekonomi masyarakat. Namun, untuk bisa mewujudkan kebijakan yang berorientasi jangka panjang ini, dukungan finansial tetap menjadi kebutuhan mendesak.

Laporan ini juga memberikan rekomendasi agar negara-negara, termasuk Indonesia, memperkuat komitmen mereka melalui target kuantitatif baru untuk pendanaan iklim. Selain itu, perlu ada upaya bersama untuk mendorong pendanaan yang lebih inovatif, seperti investasi dalam adaptasi strategis dan transformasional, yang dapat memberikan hasil jangka panjang dan berkelanjutan. Misalnya, melalui investasi di sektor pertanian yang tahan terhadap perubahan iklim atau pengembangan sistem peringatan dini untuk bencana alam, Indonesia dapat memperkuat ketahanannya terhadap dampak iklim.

Keterlambatan dalam memenuhi kebutuhan pendanaan ini juga mengisyaratkan pentingnya peran Indonesia dalam berkolaborasi dengan komunitas internasional untuk memastikan tercapainya Global Adaptation Goal sesuai dengan Kerangka Ketahanan Iklim Global. Dengan langkah-langkah terkoordinasi, peningkatan kapasitas, dan dukungan teknologi yang tepat, Indonesia dapat mempersiapkan diri lebih baik untuk menghadapi tantangan iklim di masa depan.

Secara keseluruhan, kesenjangan pendanaan adaptasi yang besar ini menggarisbawahi pentingnya upaya internasional yang terkoordinasi untuk membantu negara-negara rentan seperti Indonesia. Dukungan dalam bentuk dana, teknologi, dan kapasitas harus dipercepat dan dioptimalkan demi membangun ketahanan iklim nasional. (ar)