Kasus Keracunan MBG Terus Berulang, Desakan Moratorium Menguat

oleh -88 Dilihat

Wanua.id – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali menuai sorotan tajam setelah kasus keracunan makanan terus berulang di berbagai daerah. Kondisi ini membuat banyak pihak mendesak pemerintah untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh, bahkan menghentikan sementara jalannya program.

Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) menjadi salah satu pihak yang paling vokal menyuarakan desakan tersebut. Founder dan CEO CISDI, Diah Saminarsih, menegaskan bahwa kasus keracunan akibat MBG hanyalah “puncak gunung es.” Ia menilai jumlah kasus sebenarnya bisa jauh lebih besar karena hingga kini pemerintah belum menyediakan dasbor pelaporan yang terbuka untuk publik.

“Pangkal persoalan program makan bergizi gratis adalah ambisi pemerintah yang menargetkan 82,9 juta penerima manfaat pada akhir 2025. Demi mencapai target masif itu, program MBG dijalankan terburu-buru sehingga kualitas tata kelola penyediaan makanan hingga distribusinya tidak tertata dengan baik,” ungkap Diah pada 19 September 2025.

CISDI mencatat, sejak diluncurkan pada 6 Januari 2025 hingga 19 September lalu, sedikitnya 5.626 kasus keracunan makanan tercatat di puluhan kota dan kabupaten yang tersebar di 17 provinsi. Data ini diperoleh dari pemantauan pemberitaan serta pernyataan resmi dari berbagai perwakilan Dinas Kesehatan daerah.

Meski bertujuan mulia meningkatkan status gizi masyarakat, program MBG dinilai sejak awal tidak dipersiapkan dengan matang. Aspek regulasi, keamanan pangan, kecukupan nutrisi, hingga monitoring dan evaluasi belum jelas. Delapan bulan berjalan, program yang dijalankan Badan Gizi Nasional (BGN) itu bahkan belum memiliki landasan hukum berupa peraturan presiden. Akibatnya, tata kelola kelembagaan menjadi kabur, mulai dari koordinasi antar-kementerian, hubungan pusat-daerah, hingga pola kerja sama multipihak.

CISDI menilai klaim pemerintah bahwa program dapat “disempurnakan sambil berjalan” telah gagal. Fakta di lapangan justru menunjukkan keracunan terus berulang dan jumlah korban bertambah. Oleh sebab itu, CISDI mendesak agar pemerintah memoratorium program MBG terlebih dahulu sebelum ada perbaikan menyeluruh.

Senada dengan CISDI, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melalui Wakil Ketua Jasra Putra juga meminta penghentian sementara MBG. Ia menekankan pentingnya evaluasi total agar kasus serupa tidak terus mengancam kesehatan anak-anak.

“KPAI usul hentikan sementara, sampai benar-benar instrumen panduan dan pengawasan yang sudah dibuat BGN dilaksanakan dengan baik,” kata Jasra.

Menurutnya, bila pemerintah tetap bersikeras melanjutkan program tanpa evaluasi menyeluruh, risiko keracunan massal akan terus menghantui. Selain itu, pemulihan hak anak yang menjadi korban keracunan juga harus mendapat perhatian serius, bukan sekadar catatan administratif.

Gelombang desakan dari berbagai pihak ini semakin mempertegas bahwa keberlangsungan program MBG tidak bisa lagi hanya bergantung pada niat baik pemerintah, melainkan harus dibarengi tata kelola yang transparan, akuntabel, dan berpihak pada keselamatan penerima manfaat.