Wanua.id – Asosiasi Dosen Administrasi dan Kebijakan Publik Indonesia (ADAKSI) menyelenggarakan webinar nasional bertajuk “Utak-Atik Anggaran Pendidikan di RAPBN 2026: Apakah Sudah Tepat Sasaran?” pada Selasa, 16 September 2025. Kegiatan ini menghadirkan sejumlah narasumber dari akademisi, praktisi, hingga anggota legislatif untuk mengkritisi alokasi anggaran pendidikan dalam RAPBN 2026.
Dalam materi pembuka, Prof. Fasli Jalal, Ph.D., Ketua Dewan Pembina ADAKSI, menegaskan bahwa anggaran pendidikan dalam RAPBN 2026 belum mencapai mandatory 20 persen sebagaimana amanat konstitusi. Menurutnya, alokasi anggaran pendidikan juga masih harus dibagi ke berbagai kementerian dan lembaga lain di luar Kemendikbudristek dan Kemenristekdikti. Ia juga menyoroti program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dinilai terlalu dominan menyerap anggaran pendidikan.
Sementara itu, Prof. La Ode M. Aslan, Ketua Dewan Pertimbangan ADAKSI, menekankan pentingnya audit menyeluruh terhadap PTN BLU dan PTNBH. Ia menilai penerapan remunerasi di perguruan tinggi belum mencerminkan keadilan dan transparansi.
Dalam sesi selanjutnya, Fatimah, Ketua DPP ADAKSI, menegaskan perlunya pemisahan yang jelas antara sumber pendapatan perguruan tinggi dan kewajiban negara. “Uang mahasiswa seharusnya kembali untuk mahasiswa, pendapatan kampus dapat digunakan untuk remunerasi, tetapi hak tunjangan kinerja (tukin) tetap menjadi kewajiban APBN,” ujarnya. Menurutnya, kondisi saat ini justru membebani masyarakat dengan kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan mendorong komersialisasi pendidikan tinggi.
Dari sisi legislasi, Dr. Ir. Hetifah Sjaifudian, MPP., Ketua Komisi X DPR RI, menyampaikan bahwa berdasarkan pagu anggaran Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) dalam RAPBN 2026, total alokasi yang direncanakan mencapai Rp61 triliun. Dari jumlah tersebut, Rp42,3 triliun dialokasikan untuk Program Pendidikan Tinggi, Rp17 triliun untuk Program Dukungan Manajemen, dan Rp1,6 triliun untuk Program Riset dan Inovasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Jika dirinci per unit utama, alokasi terbesar diterima Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi sebesar Rp39,3 triliun, disusul Sekretariat Jenderal sebesar Rp16,5 triliun, Direktorat Jenderal Riset dan Pengembangan Rp3,2 triliun, Direktorat Jenderal Sains dan Teknologi Rp1,6 triliun, serta Inspektorat Jenderal Rp89 miliar.
Hetifah menegaskan bahwa DPR RI, khususnya Komisi X, akan memperhatikan masukan dari ADAKSI terkait pemerataan, efektivitas, dan transparansi anggaran agar benar-benar berpihak pada kualitas pendidikan nasional.
Diskusi juga menghadirkan Media Wahyudi Askar, Ph.D., Direktur Kebijakan Publik CILCS, serta Beta Anugrah Setaini, M.Pd., Manajer Knowledge Management and Communication Science Seknas FITRA, yang memperkaya perspektif mengenai tantangan kebijakan pendidikan dan implikasinya bagi masyarakat luas.
Webinar yang dihadiri ratusan peserta dari berbagai perguruan tinggi ini menghasilkan sejumlah catatan kritis terkait kebijakan anggaran pendidikan. ADAKSI menegaskan akan terus mengawal isu ini agar RAPBN 2026 benar-benar tepat sasaran dan berpihak pada peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia.






