Wanua.id – Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) menggelar rapat koordinasi dengan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) untuk membahas perkembangan implementasi kebijakan tunjangan kinerja (tukin) bagi dosen Aparatur Sipil Negara (31/01/2025). Kebijakan ini merupakan salah satu prioritas quick wins Presiden Prabowo Subianto dalam klaster pendidikan.
Dalam rapat tersebut, Prof. Dr. Khairul Munadi, M.Eng, selaku Dirjen Dikti, memimpin pembahasan terkait kendala dan langkah-langkah penyelesaian tunjangan kinerja dosen. Salah satu isu yang mencuat adalah kecemburuan terhadap kementerian lain yang telah lebih dulu memberikan tunjangan kinerja. Hal ini diungkapkan oleh perwakilan Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) XI, M. Akbar, yang menyatakan, “Apa yang bisa kami berikan untuk mengatasi kecemburuan ini?”
Prof. Johannes Gunawan, salah satu narasumber dalam rapat, menyatakan bahwa kecemburuan tersebut wajar terjadi. “Pastilah menimbulkan kecemburuan, tidak mungkin tidak. Kenapa bisa diberikan? Karena mereka tidak terlambat mengajukannya, proses birokrasinya betul, jadi tidak abai,” jelasnya. Namun, ia menegaskan bahwa penyelesaian masalah ini tidak sepenuhnya berada di tangan Kemendiktisaintek. Beliau menegaskan bahwa hal ini menyangkut relasi atau hubungan hukum dengan berbagai kementerian dan lembaga lainnya.
Rektor Universitas Siliwangi (UNSIL), Nundang Busaeri, menyampaikan harapannya agar penyelesaian tunjangan untuk periode 2020-2024 dan 2025 dilakukan secara simultan. “Kami berharap dua-duanya simultan saja. Yang 2025 jalan, yang 2020 sampai 2024 juga jalan sesuai dengan seharusnya,” ujarnya. Meskipun demikian, ia menyadari bahwa hal ini bukan sepenuhnya kapasitas Kemendiktisaintek, namun tetap berharap semua pihak dapat bekerja sama.
Di sisi lain, Prof. Johannes Gunawan mengakui bahwa penyelesaian tunjangan untuk periode 2020-2024 merupakan tantangan besar. “Waduh, satu tahun saja setengah mati kita mengurusnya. Tentu saja kita akan berupaya semaksimal mungkin,” ujarnya.
Dalam kesempatan ini, Prof. Johannes Gunawan menyebutkan bahwa tunjangan kehormatan bagi guru besar tidak akan terpengaruh, namun tunjangan profesi seperti sertifikasi dosen (serdos) akan dihitung selisihnya. Hal ini menjadi jawaban kekhawatiran para guru besar yang menilai selisih tunjangan kehormatan dengan tunjangan kinerja tidak terpaut jauh.
Rekaman dari rapat koordinasi ini pada Youtube menuai kekecewaan dosen ASN yang kian memuncak. Menilai Kemenditisaintek justru hanya berdalih dan menyalahkan menteri sebelumnya. Banyak dosen merasa bahwa kegagalan birokrasi telah merugikan mereka yang telah mengabdi. Hal ini terlihat dari berbagai komentar di platform YouTube.
@sitihidayati121 : “Beginilah dampak dari urusan yang diserahkan bukan pada ahlinya.“
@clararotinsulu3344 : “Tidak perlu mendiskreditkan menteri sebelumnya. Menteri yang sekarang tugasnya memperbaiki, bukan menghilangkan 2020-2024. Semuanya ahli, tapi sayangnya kepekaan terhadap kesejahteraan orang banyak tidak ada 😢.”
@ridhokaysan9485 : “Nah, perangkat dan staf menteri sebelumnya bikin apa ya? Kok tidak urus Tukin Dosen sejak 2020-2024. Sangat menzalimi dosen ASN dan tidak memberikan haknya.“
Namun ada pula yang mengomentari ketidak-konsistenan dalam penerapan aturan.
@ridhokaysan9485 : “Tendik yang fungsional namun sudah dibayarkan Tukinnya apabila cacat hukum maka akan dicarikan aturan peralihan. Nah, kalau dosen yang tidak dibayarkan tidak dicarikan aturan peralihan, ya waduh.“
Komentar tersebut merujuk pada landasan hukum pemberian tunjangan kinerja Tendik dan dosen yang sama, yakni Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 136 Tahun 2018 dan Peraturan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 49 Tahun 2020. Namun, implementasinya dinilai tidak adil karena tendik fungsional telah menerima tunjangan, sementara dosen ASN masih menunggu hak mereka.
Harapan besar disematkan pada Kemendiktisaintek untuk segera menyelesaikan persoalan ini. Dosen ASN berharap agar hak-hak mereka dapat dipenuhi tanpa harus menunggu waktu yang lebih lama lagi. Koordinasi antarlembaga dan kementerian dinilai sebagai kunci utama untuk memastikan kesejahteraan dosen ASN terpenuhi. Namun, jika birokrasi terus berlarut-larut, kekecewaan dan ketidakpercayaan terhadap sistem akan semakin mengakar di kalangan dosen ASN.