Perpustakaan… Hilang dalam Keheningan dan Kepalsuan

oleh -60 Dilihat

oleh : Asep Rahman (Ketua Yayasan Bina Lentera Insan)

Kapan terakhir kali kamu ke perpustakaan? Perpustakaan sekolah, kampus, ataupun perpustakaan kota. Seminggu yang lalu, ataukah lebih dari setahun yang lalu? Kita harus mengakui bahwasanya perpustakaan kini makin terabaikan, seakan menjadi tempat yang sunyi dan terlupakan di tengah gempita dunia digital. Anak muda sekarang lebih suka nongkrong di kafe atau warung kopi, tempat yang menawarkan suasana santai, nyaman, dan tentunya lebih kekinian. Sementara itu, perpustakaan yang seharusnya menjadi sumber ilmu dan tempat berkembangnya kreativitas, justru sering dianggap kaku dan membosankan.

Ini bukan masalah sepele. Dulu, perpustakaan adalah pusat peradaban intelektual. Namun, kini ia mulai kehilangan daya tarik. Ruang-ruang yang seharusnya penuh dengan buku dan diskusi ilmiah justru sepi. Anak-anak muda yang seharusnya menghabiskan waktu untuk membaca dan menambah wawasan, lebih memilih duduk santai di kafe, ngobrol, atau menikmati secangkir kopi. Padahal, perpustakaan bisa jadi tempat yang sangat berarti jika dimanfaatkan dengan baik. Tempat itu seharusnya bisa jadi ruang untuk mengasah pemikiran kritis, saling berbagi ide, dan membuka wawasan.

Tidak hanya itu, kasus baru-baru ini, membuat perpustakaan justru semakin memperburuk citranya. Salah satunya adalah kasus pembuatan uang palsu yang terjadi di lingkungan perpustakaan sebuah perguruan tinggi. Ini bukan hanya memalukan, tapi juga mencoreng dunia akademis secara keseluruhan. Perpustakaan yang seharusnya melahirkan pemikiran-pemikiran orisinal dan kreatif, malah kini dikaitkan dengan kegiatan ilegal yang merusak integritas. Ini sangat ironis, mengingat perpustakaan adalah tempat yang mestinya mencetak generasi intelektual dan pemimpin masa depan, bukan tempat bagi praktek-praktek yang justru merusak dunia akademik. Ini juga menjadi bukti nyata, bahwa sangking sunyinya perpustakaan, kegiatan ilegal pun dengan leluasan bisa terjadi.

Sepertinya kita perlu berpikir ulang tentang bagaimana mengelola perpustakaan agar tetap relevan dengan zaman sekarang. Perpustakaan tidak hanya sekadar tempat untuk menyimpan buku, tetapi juga bisa jadi ruang yang hidup, dinamis, dan menyenangkan bagi pengunjung. Teknologi harus dimanfaatkan dengan maksimal, misalnya dengan menyediakan akses digital ke buku-buku atau jurnal ilmiah, serta menciptakan platform diskusi yang menghubungkan mahasiswa dan masyarakat dengan para ahli.

Selain itu, perpustakaan harus bisa menciptakan suasana yang nyaman dan inspiratif, seperti halnya di kafe atau ruang co-working. Dengan menciptakan ruang yang nyaman, terbuka, dan memungkinkan interaksi sosial, anak muda bisa lebih betah datang dan merasa termotivasi untuk belajar. Program-program seperti diskusi buku, seminar, atau lokakarya kreatif bisa menjadi cara efektif untuk menarik minat generasi muda agar kembali mengunjungi perpustakaan. Aturan ‘DILARANG RIBUT‘ sudah tidak relevan lagi sepertinya. Jika perlu, perpustakaan kini harus menyediakan musik, karena kenyataannya banyak orang merasa lebih fokus dan nyaman belajar atau bekerja dengan latar musik yang lembut. Musik juga bisa memberikan atmosfer yang lebih hidup dan menyenangkan, sekaligus mengurangi kesan kaku dan membosankan dari ruang perpustakaan.

Pada akhirnya, pengelolaan perpustakaan harus lebih adaptif dan kreatif agar tetap relevan dengan perkembangan zaman. Hanya dengan begitu, perpustakaan bisa kembali menjadi tempat yang tidak hanya bermanfaat, tetapi juga vital dalam mencetak generasi penerus yang cerdas, berintegritas, dan siap menghadapi tantangan dunia.

banner 300250

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *