Wanua.id – Media sosial tengah ramai dengan suara para pejuang Tunjangan Kinerja (Tukin) yang merasa hak mereka belum menjadi prioritas pemerintah. Lalu Hadrian Ifani, Pimpinan Komisi X DPR, mengungkapkan bahwa dari Rp10 triliun anggaran tukin yang diajukan, hanya Rp2,5 triliun yang disetujui untuk tahun 2024. Kondisi ini memicu reaksi dari berbagai pihak, termasuk Asosiasi Dosen Aparatur Sipil Negara (ADAKSI), yang terus menyerukan keadilan dengan tagline Tukin for All.
Ifani menjelaskan bahwa salah satu kendala utama dalam pengajuan anggaran tukin adalah ketiadaan landasan hukum yang kuat akibat perubahan nomenklatur. “Karena itu, DPR mendorong agar pemerintah segera menerbitkan Perpres yang memberikan dasar hukum untuk tukin ini,” tegasnya.
Sebelumnya, Komisi X DPR RI telah mengusulkan anggaran tambahan sebesar Rp10 triliun untuk tahun 2025. Namun, hingga saat ini pemerintah baru menyetujui Rp2,5 triliun, dengan alasan keterbatasan keuangan negara.
“Kami di Komisi X istiqomah memperjuangkan ini,” ujar Ifani. Meski begitu, ia mengimbau masyarakat untuk tetap bersyukur atas capaian yang ada. “Perjuangan masih panjang, tapi kami akan terus mendorong agar hak tenaga pendidik mendapat perhatian yang layak,” tambahnya.
Sementara itu, dosen ASN yang tergabung dalam ADAKSI menilai anggaran Rp2,5 triliun berpotensi memecah kekompakan perjuangan mereka. Dengan tagline Tukin for All, ADAKSI menyerukan bahwa tukin adalah hak semua dosen ASN, tanpa memandang kategori kampus, baik sebagai Satker, BLU, maupun PTN BH. Mereka mendesak pemerintah untuk membuat alokasi yang lebih adil dan transparan demi memenuhi kebutuhan tenaga pendidik di seluruh jenjang.
Apakah anggaran yang ada sudah mencerminkan skala prioritas yang tepat? Ataukah kebijakan lain, seperti makan siang gratis, justru lebih diutamakan? Pertanyaan ini menjadi refleksi mendalam bagi semua pihak yang peduli terhadap pendidikan dan masa depan tenaga pendidik di Indonesia.