Wanua.id – Anies Baswedan menyebut nama Soedjatmoko dalam materinya di Masjid Salman ITB pada Sabtu, 8 Maret 2025. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu menyoroti keistimewaan Soedjatmoko yang meskipun tidak menyelesaikan pendidikan sarjana, namun mampu menduduki jabatan Rektor Universitas Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Jepang.
“Saudara-saudara tahu tidak, bahwa PBB itu punya Universitas, namanya Universitas PBB. Dan Universitas PBB itu pernah punya Rektor yang tidak lulus S1, asal Indonesia. Namanya Soedjatmoko,” ujar Anies di hadapan ribuan mahasiswa yang hadir.
Anies menambahkan bahwa Soedjatmoko mendapatkan pengakuan akademik tingkat dunia berkat kematangan berpikir dan kebijaksanaannya. “Soedjatmoko itu adalah Rektor Universitas PBB dan dia tidak pernah lulus sekolah kedoktorannya, tetapi dia mendapatkan Doktor Honoris Causa dari universitas-universitas terkemuka dunia karena kematangan berpikirnya, karena kebijaksanaannya, karena luasnya bacaan,” lanjutnya.
Soedjatmoko lahir pada 10 Januari 1922 di Sawahlunto, Sumatera Barat, dengan nama lengkap Soedjatmoko Mangoendiningrat. Ia merupakan anak kedua dari pasangan Saleh Mangoendiningrat, seorang dokter keturunan bangsawan Jawa asal Madiun, dan Isnadikin, ibu rumah tangga asal Ponorogo. Kakaknya, Siti Wahyunah, diketahui menjadi istri dari Sutan Sjahrir.
Sebagai seorang intelektual, diplomat, dan politikus, Soedjatmoko memiliki perjalanan karir yang panjang. Ia pernah menjabat sebagai Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat dari tahun 1968 hingga 1971 sebelum akhirnya diangkat sebagai Rektor Universitas PBB di Tokyo, Jepang, pada tahun 1980 hingga 1987.
Soedjatmoko dikenal memiliki pandangan luas tentang pendidikan. Ia menekankan bahwa pendidikan bukan sekadar formalitas akademik, melainkan proses panjang untuk membentuk pola pikir kritis dan bijaksana. Ia menilai bahwa sistem pendidikan harus mampu melahirkan individu yang memiliki kepekaan terhadap perubahan global serta mampu memberikan solusi bagi persoalan masyarakat. Dalam beberapa kesempatan, ia juga menyoroti pentingnya literasi yang mendalam dan keberanian berpikir di luar pakem tradisional akademik.
Selama menjabat sebagai Rektor Universitas PBB, ia berfokus pada pengembangan program terkait perdamaian, penyelesaian konflik, dan pembangunan berkelanjutan. Soedjatmoko menggantikan James M. Hester dalam posisi tersebut dan terus berkiprah dalam dunia akademik serta kebijakan internasional.
Pada tahun 1985, Soedjatmoko menerima penghargaan dari Masyarakat Asia (Asia Society Award) dan pada tahun berikutnya mendapatkan penghargaan Universities Field Staff International Award atas jasanya dalam memperkuat pemahaman internasional.
Namun, kiprah panjang Soedjatmoko berakhir pada 21 Desember 1989. Ia meninggal dunia akibat serangan jantung saat tengah menyampaikan kuliahnya di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY). Warisannya dalam dunia akademik dan diplomasi internasional tetap menjadi inspirasi hingga kini.