Neoliberalisme dalam Pendidikan Tinggi dan Persoalan Tunjangan Kinerja Dosen

oleh -40 Dilihat

Wanua.id – Wakil Ketua Aliansi Dosen ASN Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Seluruh Indonesia (ADAKSI), Anggun Gunawan, menilai ada persoalan filosofis yang menyebabkan tunjangan kinerja (tukin) dosen tak kunjung cair. Menurutnya, sistem pendidikan tinggi di Indonesia masih menganut prinsip neoliberalisme, yang berdampak pada semakin mengecilnya anggaran negara untuk pendidikan tinggi.

Dalam sistem tersebut, perguruan tinggi dikelompokkan ke dalam beberapa klaster, yakni Perguruan Tinggi Negeri sebagai Satuan Kerja Kementerian (PTN-Satker), Perguruan Tinggi Negeri Badan Layanan Umum (PTN-BLU), dan Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH). Anggun menyoroti bahwa PTN-BLU dan PTN-BH dipaksa untuk memberikan remunerasi atau tunjangan berdasarkan pendapatan yang dihasilkan oleh kampusnya sendiri.

“Di mana BLU dan PTN-BH itu dipaksa pemerintah untuk memberikan remun, atau tunjangan berdasarkan pendapatan dari kampusnya,” ujar Anggun dalam wawancaranya dengan Metro TV pada Jumat, 7 Maret 2025.

Lebih lanjut, Anggun juga mengungkapkan bahwa terdapat upaya sistematis untuk menekan daya kritis dosen melalui rendahnya gaji mereka. Konsep ini disebutnya sebagai “intelektual kontrol teori,” di mana dosen dibuat sibuk mencari penghasilan tambahan agar tidak terlalu fokus mengkritisi kebijakan pemerintah.

“Secara tidak langsung, ini adalah upaya agar dosen tidak kritis terhadap kebijakan pemerintah. Jadi saya melihat ada sesuatu yang sifatnya sistemik dalam hal dosen tidak diberikan tunjangan kinerja,” tegasnya.

Sebelumnya, Fraksi Partai NasDem DPR menggelar audiensi dengan ADAKSI, yang turut dihadiri oleh Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat. Dalam pertemuan tersebut, ADAKSI menyampaikan keluhan terkait tunjangan kinerja yang belum juga dibayarkan. Mereka menyoroti ketimpangan hak tukin antara dosen ASN di bawah Kementerian Pendidikan dengan pegawai kementerian dan lembaga lain yang telah menerima tunjangan serupa.

Persoalan ini kembali menegaskan adanya ketimpangan dalam kebijakan pendidikan tinggi di Indonesia. Dengan semakin minimnya peran negara dalam pendanaan perguruan tinggi, para akademisi pun harus berjuang sendiri untuk mendapatkan hak-hak mereka, termasuk tunjangan kinerja yang seharusnya menjadi bagian dari kesejahteraan mereka sebagai tenaga pendidik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *