Perpres 19/2025 Terbit, Dosen Satker dan BLU Tanpa Remun Kini Dapat Tukin

oleh -29 Dilihat

Wanua.id – Presiden Republik Indonesia resmi menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19 Tahun 2025 tentang Tunjangan Kinerja (Tukin) di lingkungan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek). Peraturan ini menjadi angin segar bagi para dosen yang selama ini tidak tersentuh kebijakan tukin.

Perpres ini mengatur pemberian tukin khusus bagi dosen yang berada di perguruan tinggi satuan kerja (satker), perguruan tinggi Badan Layanan Umum (BLU) yang belum menerapkan sistem remunerasi, serta kampus swasta yang diperbantukan oleh Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti).

Namun demikian, pemberlakuan tukin ini memunculkan polemik baru di kalangan akademisi. Dosen-dosen di Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTNBH) dan BLU yang telah menerapkan remunerasi justru tidak termasuk dalam skema tukin terbaru ini, padahal besaran remunerasi yang mereka terima selama ini dinilai masih jauh dari layak.

Wakil Ketua Aliansi Dosen ASN Kemendiktisaintek Seluruh Indonesia (Adaksi), Anggun Gunawan, mengakui bahwa kebijakan ini belum bisa memuaskan semua pihak. “Kami memahami keterbatasan ini disebabkan oleh regulasi yang lebih tinggi seperti Peraturan Pemerintah tentang BLU dan Undang-Undang tentang Badan Hukum Pendidikan,” ujar Anggun dalam keterangannya pada 8 April 2025.

Meski begitu, ia berharap kebijakan ini bisa menjadi pemantik perbaikan sistem remunerasi di lingkungan PTNBH dan BLU. Dalam pertemuannya dengan Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Brian Yuliarto, pada 11 Maret 2025 lalu, Anggun menyebutkan bahwa Menteri berkomitmen untuk mencari solusi jangka pendek dan jangka panjang atas ketimpangan ini.

“Kementerian akan memastikan agar remunerasi dosen di PTNBH dan BLU setara dengan tukin. Itu sudah dijanjikan oleh Pak Menteri,” ujarnya dalam acara halal bihalal daring Adaksi.

Anggun juga mengimbau para anggota Adaksi untuk menyerahkan data nominal remun yang diterima setiap bulan, agar bisa dijadikan bahan advokasi dalam dialog bersama para pimpinan perguruan tinggi. “Selama ini yang menikmati remun besar itu biasanya pejabat kampus. Sementara dosen biasa hanya menerima Rp400 ribu hingga Rp2 juta per bulan—itu sangat timpang jika dibandingkan dengan tukin,” jelasnya.

Sekretaris Jenderal Kemendiktisaintek, Togar, menyampaikan bahwa Perpres 19/2025 seharusnya dijadikan acuan oleh pimpinan PTN yang telah menerapkan sistem remun. “Ini bukan soal SOP, tapi besaran tukin dalam Perpres bisa dijadikan standar minimal. Dengan otonomi yang dimiliki, pimpinan harus bisa mengusahakan peningkatan kesejahteraan dosennya,” kata Togar dalam wawancara yang dikutip pada 10 April 2025.

Ia menambahkan, BLU misalnya, memiliki otonomi dalam penentuan tarif layanan. Dengan peningkatan produktivitas, institusi dapat memperoleh pendapatan yang bisa melebihi besaran tukin dan dialokasikan untuk dosen.

Namun Anggun menegaskan, jangan sampai ketiadaan tukin di lingkungan PTNBH dan BLU dijadikan dalih untuk membebankan biaya kuliah tinggi kepada mahasiswa baru. “Kenaikan UKT demi menutup kebutuhan remunerasi dosen justru akan mencederai prinsip keadilan dalam akses pendidikan tinggi,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *