Wanua.id – Sebuah flayer yang beredar secara daring menyebut bahwa anggaran tunjangan kinerja (tukin) 2025 telah disetujui sebesar Rp2,5 triliun. Flayer tersebut mencantumkan nama Dirjen Pendidikan Tinggi, Prof. Khairul Munadi, dan menyebut bahwa anggaran ini dialokasikan bagi Dosen ASN di PTN Satker, PTN BLU yang belum menjalankan remunerasi, serta ASN yang bertugas di LLDIKTI, dengan total 33.957 dosen penerima.
Namun, hingga berita ini diturunkan, belum ada konfirmasi resmi dari pihak Prof. Khairul Munadi mengenai kebenaran pernyataan dalam flayer tersebut. Situasi ini dikhawatirkan dapat memicu polemik lebih lanjut, terutama terkait ketidakadilan dalam pemberian tukin antar perguruan tinggi. Banyak pihak menilai bahwa pemerintah perlu segera memberikan klarifikasi resmi guna menghindari kegaduhan di kalangan akademisi.
Ketua Serikat Pekerja Kampus (SPK), Dhia Al Uyun, menegaskan bahwa anggaran tunjangan kinerja (tukin) sebesar Rp2,5 triliun yang telah disetujui pemerintah dinilai tidak wajar. Ia menekankan bahwa tuntutan utama para dosen adalah pemberian tukin secara menyeluruh atau tukin for all bagi seluruh dosen Aparatur Sipil Negara (ASN), sebagaimana diatur dalam regulasi yang telah berlaku sejak 2018.
Menurut Dhia, pembayaran tukin yang hanya diberikan kepada sebagian dosen justru mempertegas kesenjangan di antara tenaga pengajar di perguruan tinggi negeri (PTN). Kebijakan tersebut, kata dia, memperburuk ketidakadilan status dosen ASN yang seakan diatur oleh regulasi yang berbeda-beda. Selain itu, rencana pemerintah yang hanya akan membayar tukin untuk periode 2025 dinilai tidak adil karena mengabaikan hak dosen ASN yang seharusnya sudah menerima tunjangan tersebut sejak 2020.
“Jadi, penghargaan negara terhadap dosen ini tidak ada,” ujar Dhia kepada wartawan beberapa hari yang lalu (3/2/2025). Beliau menyoroti perlunya political will dari pemerintah guna menciptakan kesejahteraan dosen sebagai pekerja kampus yang seharusnya memiliki kesempatan berkehidupan yang layak dan adil.