Polemik PP 28/2024: Susu Formula Tidak Setara dengan Rokok!

oleh -72 Dilihat

Jakarta, Wanua.id – Pelarangan promosi susu formula (sufor) dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 memunculkan kritik dari kalangan akademisi. Guru Besar Ilmu Gizi dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Prof. Tria Astika Endah P, menganggap peraturan tersebut perlu dikaji ulang karena susu formula memiliki peran penting dalam kondisi tertentu.

Menurut Tria, pelarangan promosi sufor seolah menyamakan produk tersebut dengan rokok, yang juga dibatasi kegiatan promosinya. “Susu formula ini memberikan kontribusi terhadap hak hidup bayi pada saat kondisi memang ibunya tidak bisa memberikan ASI. Berbahaya mana antara rokok dengan susu formula? Keduanya memberikan dampak yang berbeda,” ungkap Tria dalam pernyataannya, Senin (7/10).

Tria menegaskan bahwa pelarangan promosi sufor berpotensi menimbulkan persepsi keliru bahwa susu formula berdampak buruk bagi bayi. Padahal, dalam situasi tertentu, seperti ketika ibu mengalami masalah kesehatan serius atau menjalani kemoterapi, susu formula menjadi solusi penting untuk kelangsungan hidup bayi.

Selain menyoroti soal susu formula, Tria juga menyampaikan kritik terkait tidak adanya pengaturan terhadap produk kental manis dalam PP tersebut. Ia menyebut, kental manis yang sering dipersepsikan sebagai susu justru memberikan dampak buruk yang lebih besar bagi kesehatan dibandingkan susu formula. “Apakah memang kental manis sudah tidak dikategorikan sebagai susu? Karena jika dibandingkan, dampaknya terhadap kesehatan lebih buruk,” tambahnya.

Senada dengan Tria, Guru Besar Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta, Prof. Ibnu Sina Chandranegara, juga menyampaikan keberatannya terkait pelarangan promosi sufor dalam PP 28 Tahun 2024. Menurutnya, kebijakan ini tidak menyelesaikan persoalan utama terkait pemenuhan ASI bagi bayi.

“Harusnya yang diatur adalah pemenuhan hak bayi untuk mendapatkan ASI, bukan membatasi produsen dan distributor susu formula. Ini dua sektor yang berbeda,” tegas Ibnu. Ia juga menambahkan bahwa pelarangan promosi sufor justru dapat menimbulkan interpretasi bahwa produk tersebut berbahaya seperti rokok. “Jika susu formula dianggap berbahaya, maka seharusnya dilarang, bukan hanya dipersempit promosinya,” lanjutnya.

Para akademisi ini sepakat bahwa peraturan pemerintah terkait promosi sufor dan produk susu lainnya harus dikaji ulang dan diperbaiki agar lebih komprehensif dan tidak menciptakan kebingungan di masyarakat. Mereka berharap pemerintah dapat mengambil langkah yang lebih tepat dalam memastikan hak bayi untuk mendapatkan ASI terpenuhi, tanpa menimbulkan persepsi negatif terhadap susu formula yang sebenarnya bisa menjadi penyelamat dalam kondisi tertentu.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *