TNI Siap Produksi Obat, Distribusi Lewat Koperasi Desa Merah Putih

oleh -34 Dilihat

Wanua.id Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin mengumumkan rencana baru yang cukup mengejutkan dalam rapat kerja bersama Komisi I DPR pada Rabu, 30 April 2025. Ia menyatakan akan memerintahkan TNI untuk memproduksi obat-obatan dan mendistribusikannya ke masyarakat melalui jaringan Koperasi Desa Merah Putih.

“Dengan adanya koperasi desa yang dibentuk, maka apotek-apoteknya kami suplai dari obat yang kami buat di pabrik terpusat,” ujar Sjafrie di hadapan anggota dewan.

Rencana ini berangkat dari kegelisahan atas mahalnya harga obat di pasaran. Menurut Sjafrie, TNI akan memproduksi obat melalui pabrik farmasi pertahanan negara, bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan. Proses akan diawali dengan revitalisasi laboratorium farmasi milik TNI.

Namun, langkah ini menimbulkan sejumlah pertanyaan dari berbagai pihak, mulai dari regulasi hingga dampaknya terhadap industri farmasi nasional yang selama ini berada di bawah kendali sipil dan pasar.

Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, menilai rencana ini patut diawasi ketat. Ia menyoroti potensi ketimpangan apabila militer diberi ruang terlalu besar dalam distribusi obat.

“Pelaku usaha farmasi selama ini tunduk pada regulasi ketat. Jika negara ingin hadir, maka sebaiknya dengan pendekatan korektif dan melengkapi, bukan menggantikan fungsi aktor sipil,” ujar Fahmi.

Ia juga menilai penggunaan jalur koperasi untuk distribusi obat perlu dijelaskan secara transparan. “Publik perlu tahu, apakah ini intervensi sosial atau berpotensi membuka ruang komersialisasi baru?”

Sementara itu, anggota Komisi I DPR RI, Amelia Anggraini dari Fraksi NasDem, menyambut baik inisiatif pemerintah, namun mengingatkan bahwa implementasinya harus diawasi secara ketat. “Yang perlu diperhatikan adalah pengawasan sesuai standar BPOM serta kesiapan infrastruktur dan bahan baku,” katanya.

Sebagai informasi, lembaga farmasi milik TNI berada di bawah dinas kesehatan masing-masing matra. Di Angkatan Darat, misalnya, ada Lafipuskesad dan Labiomed Ditkesad, sementara di TNI AL ada Lafial dan di TNI AU ada Lafiau. Tugas mereka diatur dalam Permenhan Nomor 10 Tahun 2014, yang meliputi produksi, penelitian, pengawasan mutu, hingga pendidikan. Namun, distribusi obat ke masyarakat umum belum diatur secara eksplisit dalam regulasi tersebut.

Dengan langkah besar yang direncanakan ini, pertanyaan penting tetap menggantung: bagaimana keterlibatan militer dalam sektor kesehatan sipil akan dijalankan tanpa melanggar prinsip tata kelola yang akuntabel dan transparan?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *