Wanua.id – Presiden Prabowo Subianto resmi menandatangani Keputusan Presiden (Keppres) tentang pembentukan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara). Badan ini akan mengelola modal dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk dialokasikan ke proyek-proyek berkelanjutan dan berdampak tinggi bagi masyarakat. Namun, muncul berbagai pertanyaan mengenai transparansi dan efektivitas pengelolaan modal yang sangat besar ini.
Penandatanganan Keppres ini dilakukan di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (24/2/2025), dan dihadiri oleh sejumlah menteri serta pejabat terkait. BPI Danantara dibentuk setelah revisi Undang-Undang BUMN disepakati oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Selain itu, Presiden Prabowo juga menandatangani Keppres terkait pembentukan Dewan Pengawas dan Badan Pelaksana BPI Danantara. Meski demikian, belum ada kejelasan terkait mekanisme pengawasan independen guna memastikan badan ini tidak menjadi sumber penyalahgunaan dana publik.
“Keputusan Presiden Nomor 30 Tahun 2025 tentang Pengangkatan Dewan Pengawas dan Badan Pelaksana Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) Indonesia telah resmi ditandatangani,” ujar Presiden Prabowo dalam sambutannya.
Dalam UU BUMN yang telah direvisi, Danantara memiliki dua struktur utama, yaitu Dewan Pengawas dan Badan Pelaksana. Dewan Pengawas bertugas untuk mengawasi operasional badan investasi ini yang dijalankan oleh Badan Pelaksana. Namun, tidak dijelaskan bagaimana Dewan Pengawas akan bertindak secara independen jika terdapat potensi konflik kepentingan dengan pemerintah atau BUMN yang terlibat.
Salah satu pasal baru dalam regulasi ini menetapkan bahwa Danantara akan memperoleh modal dari Penyertaan Modal Negara (PMN) serta sumber lain. Modal ini dapat berupa dana tunai, aset negara, atau kepemilikan saham negara pada BUMN. Modal awal yang ditetapkan untuk Danantara mencapai Rp 1.000 triliun, dengan kemungkinan bertambah melalui suntikan modal dari negara atau sumber lain. Nilai yang sangat besar ini menimbulkan kekhawatiran tentang akuntabilitas pengelolaan dana, terutama jika tidak ada audit independen yang transparan.
Presiden Prabowo sebelumnya pernah menyatakan bahwa Danantara akan menjadi lembaga pengelola modal besar di Indonesia, dengan model operasional yang diharapkan menyerupai Temasek Holdings dari Singapura. Badan ini diproyeksikan untuk mengelola aset sebesar US$ 900 miliar atau sekitar Rp 14.715 triliun, menjadikannya salah satu badan investasi terbesar di kawasan. Namun, pengalaman di negara lain menunjukkan bahwa badan investasi semacam ini memiliki risiko tinggi jika tidak dikelola dengan prinsip tata kelola yang kuat. Tanpa regulasi yang ketat, Danantara berpotensi menjadi sarang kepentingan politik atau bahkan merugikan negara.
Dengan pembentukan Danantara, diharapkan akan ada peningkatan efisiensi dan optimalisasi pemanfaatan modal negara untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat luas. Namun, tanpa kejelasan mengenai mekanisme pengawasan dan transparansi penggunaan dana, keberadaan Danantara dapat menjadi pedang bermata dua bagi perekonomian Indonesia.