Feri Amsari Kritik Wacana Pemilihan Gubernur oleh DPRD, Langkah Mundur bagi Demokrasi

oleh -33 Dilihat

Wanua.id – Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), kembali menggaungkan wacana untuk mengembalikan mekanisme pemilihan gubernur melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) pada Pilkada 2029 mendatang. Rencana ini memicu gelombang penolakan dari berbagai kalangan, termasuk para akademisi dan pakar hukum.

Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari, menilai pernyataan Presiden Prabowo terkait wacana tersebut tidak memiliki dasar yang kuat dan cenderung merugikan demokrasi. Dalam sebuah video yang diunggah di media sosial, Feri menyampaikan kritik tajam terhadap usulan tersebut.

“Apa yang disampaikan Presiden itu banyak yang lucu sekaligus tidak tepat. Ada beberapa elemen yang saya cermati,” ujar Feri.

Feri juga menyoroti pernyataan Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, yang mendukung pemilihan gubernur melalui DPRD. Menurutnya, Bahlil tidak memiliki kewenangan untuk mengevaluasi pelaksanaan Pilkada. “Pak Bahlil bukan tugasnya untuk menilai kepemiluan atau pilkada, jadi mengapa Presiden mengutipnya?” tegas Feri.

Lebih lanjut, Feri menyoroti alasan tingginya biaya Pilkada yang dijadikan dasar untuk mengubah sistem pemilihan kepala daerah. Ia menilai bahwa persoalan biaya tinggi bukan berasal dari mekanisme pemilihan langsung oleh rakyat, melainkan dari tingginya biaya politik yang harus dikeluarkan para kandidat untuk mendapatkan dukungan dari partai politik.

“Solusi yang diusulkan Presiden malah akan menghukum rakyat dengan mengurangi hak pilih mereka,” ujar Feri.

Menurut Feri, perbaikan yang dibutuhkan bukanlah menghilangkan hak rakyat untuk memilih, melainkan memperkuat pengawasan dan transparansi dalam penyelenggaraan Pilkada. Ia juga menekankan pentingnya mengatasi praktik politik uang yang menjadi salah satu penyebab tingginya biaya pemilu.

“Evaluasi harusnya bertujuan untuk menemukan akar masalah, bukan langsung menyimpulkan solusi yang justru merugikan rakyat,” tambahnya.

Penolakan terhadap wacana ini semakin menguat, dengan banyak pihak yang menilai langkah tersebut sebagai kemunduran demokrasi. Hak rakyat untuk memilih pemimpinnya secara langsung dinilai sebagai fondasi penting dalam sistem demokrasi yang sehat dan transparan.

“Jika biaya menjadi masalah, maka solusinya adalah memperkuat regulasi, bukan mengambil hak suara rakyat,” tutup Feri Amsari dengan tegas.

banner 300250

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *