Wanua.id – Grok, chatbot berbasis kecerdasan buatan (AI) buatan perusahaan xAI milik Elon Musk, tengah menjadi sorotan publik sejak ramai digunakan di platform media sosial X (sebelumnya Twitter). Dengan gaya komunikasinya yang santai, tajam, dan responsif terhadap isu-isu yang sedang ramai, Grok disebut-sebut sebagai pesaing dari ChatGPT, Claude, dan Gemini. Kehadirannya digadang sebagai cara baru memahami konten viral secara cepat dan efisien.
Secara teknis, Grok dirancang untuk memberikan penjelasan, rangkuman, hingga analisis terhadap unggahan atau isu yang muncul di X. Pengguna cukup menyebut akun @grok atau menggunakan fitur Grok AI, dan dalam hitungan detik, sistem akan memberikan tanggapan berbasis data. Pendekatan ini dinilai sejalan dengan kebutuhan generasi digital yang menginginkan informasi serba cepat dan instan.
Namun, di balik kemudahannya, para pakar mengingatkan pentingnya kewaspadaan. Founder Lentera Sehat Indonesia menyatakan bahwa tren penggunaan Grok menunjukkan tingginya kebutuhan publik terhadap informasi yang cepat dicerna, tetapi di sisi lain juga mengindikasikan besarnya tantangan literasi digital. Ia menambahkan bahwa Grok bisa menjadi solusi praktis di tengah mahalnya investasi sektor kesehatan digital dan keterbatasan akses informasi, tetapi masyarakat perlu diedukasi untuk tetap kritis terhadap setiap jawaban yang diberikan oleh teknologi kecerdasan buatan.
Fenomena Grok mencerminkan pergeseran besar dalam cara masyarakat mengakses dan memahami informasi. Di tengah banjir konten yang tidak semuanya dapat diverifikasi dengan mudah, AI seperti Grok menjadi alat bantu yang menjanjikan—namun tidak tanpa risiko. Beberapa pakar, seperti dari International Fact-Checking Network dan pakar keamanan siber asal Turki, telah menyuarakan kekhawatiran terhadap potensi misinformasi yang bisa timbul jika masyarakat terlalu percaya pada jawaban AI yang tampak logis namun ternyata salah.
Insiden Grok menyampaikan informasi keliru menjelang pemilu di Amerika Serikat menjadi salah satu contoh nyata bahaya ketergantungan terhadap AI dalam penyaringan informasi. Meskipun pihak xAI mengakui adanya potensi penyalahgunaan, belum ada sistem peringatan yang memadai dalam menjelaskan kepada pengguna bahwa jawaban Grok tidak selalu dapat dijadikan rujukan utama.
Kondisi ini menjadi tantangan tersendiri di era informasi saat ini. Di satu sisi, teknologi seperti Grok membawa harapan untuk akses informasi yang lebih inklusif dan efisien. Namun di sisi lain, kesehatan informasi dan literasi digital masyarakat harus terus ditingkatkan agar teknologi tidak justru menjadi sumber kesalahan kolektif. Pengguna media sosial dan publik luas diimbau untuk tidak hanya mengandalkan AI, tetapi juga terus mengasah kemampuan berpikir kritis, mencari referensi yang kredibel, dan melakukan verifikasi silang dalam mengonsumsi informasi digital.