Indonesia Dapat Pendanaan Rp20,18 Triliun untuk Energi Bersih di COP29, Walhi Soroti Prioritas Pemerintah

oleh -51 Dilihat

Wanua.id – Pada Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP29) di Baku, Azerbaijan, Indonesia berhasil mengamankan pendanaan hijau sebesar €1,2 miliar (sekitar Rp20,18 triliun). Dana ini diperoleh dari Kreditanstalt für Wiederaufbau (KfW) Jerman dan akan digunakan untuk pengembangan proyek energi bersih, seperti Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Pumped Storage dan jaringan transmisi pembangkit hijau.

Utusan Khusus Presiden RI, Hashim Djojohadikusumo, menyatakan bahwa pendanaan ini merupakan langkah penting dalam percepatan transisi energi Indonesia. “Kami menargetkan kapasitas pembangkit energi terbarukan bertambah 75% dalam 15 tahun ke depan,” ungkap Hashim dikutip melalui BBC News Indonesia. Pemerintah juga menargetkan pertumbuhan ekonomi 8% secara berkelanjutan selama lima tahun ke depan.

Namun, kebijakan ini menuai kritik. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menyoroti fokus pemerintah yang dinilai lebih berpihak pada kepentingan bisnis. Walhi memperingatkan bahwa target ambisius pemerintah bisa meningkatkan emisi karbon, terutama melalui proyek seperti hilirisasi nikel dan food estate di wilayah hutan tropis yang kaya akan biodiversitas.

Pendanaan hijau menjadi tema utama COP29, yang menyoroti pentingnya dukungan finansial dari negara maju untuk membantu negara berkembang menghadapi dampak perubahan iklim. Negara-negara maju sebelumnya berjanji menyediakan US$100 miliar per tahun, namun kebutuhan pendanaan global untuk mitigasi iklim kini mencapai triliunan dolar.

Di Indonesia, pembiayaan hijau diproyeksikan mencapai US$281 miliar per tahun, sementara kontribusi APBN hanya mencakup Rp37,9 triliun. Kekurangan ini menunjukkan urgensi kolaborasi internasional dalam mendukung transisi energi yang inklusif dan berkelanjutan.

Langkah ke depan adalah memastikan bahwa pendanaan ini benar-benar digunakan untuk kepentingan lingkungan dan masyarakat luas, bukan sekadar mendukung proyek bisnis yang berpotensi merusak ekosistem. (***/ar)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *