Kado Valentine Pahit bagi Dosen ASN? ADAKSI Tantang Pemerintah Tuntaskan Ketidakadilan Terkait Tukin

oleh -78 Dilihat

Wanua.id – Hari Valentine yang identik dengan cinta dan kebahagiaan justru menjadi momen pahit bagi sebagian dosen ASN di bawah Kemdiktisaintek. Alih-alih menerima kabar baik dari pemerintah, mereka harus kembali menghadapi ketidakpastian mengenai tunjangan kinerja yang seharusnya menjadi hak mereka. Di tengah berbagai perayaan kasih sayang, para dosen justru merasa diabaikan oleh pemerintah, seolah pengabdian mereka dalam mencerdaskan bangsa tak mendapat balasan yang setimpal.

Menanggapi hal ini, Aliansi Dosen ASN Kemdiktisaintek Seluruh Indonesia (ADAKSI) menyampaikan pernyataan sikap terkait pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam konferensi pers di Gedung DPR RI pada 14 Februari 2025. Pernyataan ini menyoroti isu tunjangan kinerja (Tukin) bagi dosen ASN di lingkungan Kemdiktisaintek, yang dinilai belum mencerminkan prinsip keadilan.

Dalam pernyataannya, ADAKSI menegaskan komitmen mereka terhadap prinsip “Tukin for All” tanpa klasterisasi. Menurut organisasi tersebut, tunjangan kinerja merupakan hak bagi seluruh dosen ASN, tanpa diskriminasi berdasarkan status perguruan tinggi tempat mereka mengabdi. ADAKSI juga menyoroti ketimpangan remunerasi yang masih terjadi di kalangan dosen ASN. Saat ini, banyak dosen di PTN BLU yang telah menerima remunerasi dan PTN BH masih mendapatkan nominal di bawah standar tunjangan kinerja berdasarkan kelas jabatan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Hal ini menciptakan ketidakadilan dalam sistem kompensasi dosen ASN.

Selain itu, ADAKSI memperingatkan bahwa peniadaan Tukin bagi dosen PTN BH dan PTN BLU yang telah menerapkan skema remunerasi akan berdampak buruk pada sistem pendidikan tinggi nasional. Kebijakan ini dapat mendorong kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) bagi mahasiswa, sehingga semakin membebani masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah. Dosen pun akan menghadapi tambahan beban kerja yang tidak lagi rasional demi memperoleh remunerasi yang layak. Di sisi lain, perguruan tinggi swasta juga diperkirakan akan mengalami kesulitan dalam menarik mahasiswa baru.

ADAKSI juga menyoroti bahwa skema desentralisasi remunerasi yang berbasis Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) telah menciptakan ketidakadilan sistemik. Organisasi ini menegaskan bahwa tunjangan kinerja untuk seluruh dosen ASN seharusnya dikelola secara sentralistik melalui APBN, bukan melalui skema desentralisasi yang menyebabkan disparitas kesejahteraan di antara fakultas dalam satu kampus, antarperguruan tinggi, serta antara dosen pejabat dan dosen biasa.

Atas dasar itu, ADAKSI mendesak Presiden Republik Indonesia dan Menteri Keuangan untuk menjamin pemberian tunjangan kinerja secara adil bagi seluruh dosen ASN di bawah Kemdiktisaintek tanpa membedakan status perguruan tinggi tempat mereka bekerja. Pemerintah juga diminta untuk membuat regulasi yang memastikan sistem kompensasi bagi dosen ASN lebih transparan, adil, dan tidak membebani mahasiswa melalui kenaikan UKT atau SPI. Selain itu, praktik desentralisasi penggajian dosen ASN yang menyebabkan kesenjangan kesejahteraan dan ketidakpastian finansial bagi tenaga pendidik harus dihentikan.

Terkait pernyataan sikap dari ADAKSI ini, Boyke Rorimpandey, perwakilan Gerakan #TukinForAll dari Universitas Sam Ratulangi, menegaskan bahwa sikap ADAKSI sudah sangat jelas dalam memperjuangkan kesejahteraan dosen ASN. “Ini sikap ADAKSI yang tegas: Tukin for All!” ujarnya. Sebagai dosen senior, Boyke juga terus mengajak seluruh dosen ASN di bawah Kemdiktisaintek untuk bersatu menyuarakan ketidakadilan yang terjadi akibat kebijakan yang belum berpihak pada kesejahteraan dosen.

ADAKSI berharap pemerintah segera mengambil langkah konkret untuk memastikan kesejahteraan dosen ASN guna mendukung keberlangsungan pendidikan tinggi yang berkualitas dan terjangkau bagi seluruh rakyat Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *