Wanua.id – Alumni Universitas Indonesia (UI) melayangkan petisi kepada Rektor UI untuk meninjau ulang pemberian gelar doktor kepada Ketua Umum Partai Golkar sekaligus Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia. Petisi ini mencerminkan kekhawatiran atas integritas dan kualitas pendidikan tinggi di UI serta di Indonesia secara umum.
Dalam petisi tersebut, alumni UI menyoroti ketidaksesuaian proses akademik Bahlil dengan ketentuan Pasal 29 Peraturan Rektor UI Nomor 3 Tahun 2024. Peraturan tersebut menetapkan masa studi doktoral minimal enam semester, terdiri dari dua semester pembelajaran dan empat semester penelitian. Namun, Bahlil berhasil menyelesaikan program doktoralnya dalam waktu kurang dari dua tahun, yang dianggap melanggar standar akademik.
Selain itu, publikasi karya ilmiah Bahlil disebut-sebut terbit di jurnal predator, yang dikenal tidak menerapkan proses penelaahan ketat. Kondisi ini memunculkan keraguan terhadap validitas dan kualitas penelitian yang dilakukan. “Ini menimbulkan pertanyaan serius tentang kredibilitas gelar tersebut,” ujar salah satu alumni FISIP-UI.
Fenomena percepatan studi ini turut menjadi sorotan di kampus lain, termasuk Universitas Sam Ratulangi (Unsrat). Grup-grup WhatsApp dosen di Unsrat ramai memperbincangkan dugaan kejanggalan dalam proses pemberian gelar tersebut. Beberapa dosen juga menyinggung keterlibatan Chandar Wijaya, Komisaris Independen Jasa Marga, yang berperan sebagai promotor Bahlil. “Pantes fast track,” tulis salah satu pesan bernada sindiran.
Alumni UI mendesak pihak universitas untuk melakukan audit akademik terhadap proses pemberian gelar doktor kepada Bahlil Lahadalia dan mengkaji ulang seluruh publikasi yang terkait dengan disertasinya. Mereka juga meminta transparansi dan penjelasan publik atas langkah-langkah yang diambil UI untuk menegakkan standar akademik.
Para penggagas petisi berharap isu ini mendapat perhatian serius demi menjaga reputasi pendidikan tinggi di Indonesia. “Pendidikan adalah fondasi bagi kemajuan bangsa. Standar akademik harus dijaga agar gelar tidak disalahgunakan,” tegas pernyataan tersebut. (ar)