Empat bahasa daerah Minahasa, yaitu Tonsea, Tonsawang, Tontemboan, dan Ponosokan, berada di ambang kepunahan karena semakin jarang digunakan oleh generasi muda. Kepala Balai Bahasa Sulawesi Utara, Januar Pribadi, menyatakan bahwa penurunan kemampuan berbahasa daerah ini dipicu oleh keluarga yang tidak lagi menggunakan bahasa tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Stigma bahwa bahasa daerah dianggap kuno juga memperparah situasi ini, membuat banyak anak muda enggan mempelajarinya.
Sebagai upaya penyelamatan, Balai Bahasa Sulut bergerak cepat dengan meluncurkan program revitalisasi bahasa melalui sektor pendidikan. Januar menjelaskan bahwa mereka telah bekerja sama dengan pemerintah untuk memasukkan bahasa daerah ke dalam kurikulum sekolah. “Kami percaya bahwa lewat pendidikan formal, bahasa daerah bisa dilestarikan lebih efektif,” ungkapnya, dikutip dari BeritaManado.com.
Langkah ini diiringi dengan pelatihan 306 guru dari 250 sekolah di empat kabupaten, serta penerbitan 42 buku berbahasa daerah, termasuk Tonsea, Tonsawang, Tontemboan, dan Ponosokan. Buku-buku ini masih dalam proses ilustrasi dan akan segera disebarkan ke sekolah-sekolah, membawa harapan baru bagi kelangsungan bahasa daerah yang terancam punah tersebut.