Kok Dibatasi, Efektivitas Pembatasan Usia Pengguna Media Sosial Dipertanyakan

oleh -42 Dilihat
Sosial Media Marketing

Wanua.id – Pembatasan usia dalam penggunaan media sosial kembali menjadi perdebatan di tengah meningkatnya kekhawatiran terhadap keamanan anak-anak di dunia digital. Beberapa pihak mengusulkan pembatasan tersebut sebagai solusi untuk melindungi anak-anak dari dampak negatif media sosial, seperti eksploitasi oleh predator daring dan paparan terhadap konten yang tidak pantas.

Namun, argumen ini mendapat kritik dari sejumlah pihak yang menilai bahwa solusi tersebut tidak menyentuh akar permasalahan. Media sosial, menurut mereka, bukan satu-satunya faktor utama dalam meningkatnya kasus kekerasan terhadap anak. Justru, yang perlu dipahami lebih dalam adalah bagaimana predator daring beroperasi dan bagaimana upaya pencegahan yang dapat dilakukan.

Cara pandang yang menganggap anak-anak tidak berdaya dalam membuat keputusan mandiri terhadap pemikiran, tubuh, dan data pribadi mereka sendiri juga dipertanyakan. Setiap anak memiliki kebutuhan dan kemampuan yang berbeda, sehingga pendekatan satu ukuran untuk semua dinilai kurang tepat. Dalam banyak kasus, anak-anak justru membutuhkan akses internet dan media sosial untuk menunjang pendidikan mereka. Platform teknologi banyak memberikan manfaat bagi pengembangan talenta anak-anak, sementara kemajuan teknologi juga memungkinkan mereka mengakses layanan yang diperlukan dalam era digital yang terus berkembang.

Asep Rahman dari Yayasan Bina Lentera Insan berpendapat bahwa media sosial justru dapat menjadi wadah edukasi yang ideal jika digunakan dengan tepat. “Mungkin yang perlu diperkuat bukan pembatasan, tetapi literasi dalam penggunaan media sosial agar anak-anak bisa memanfaatkannya secara positif,” ujarnya. Menurutnya, penting bagi anak-anak untuk mendapatkan pemahaman yang benar tentang dunia digital, sehingga mereka dapat menggunakan teknologi secara bertanggung jawab dan aman.

Hal lain yang tak kalah penting adalah perlunya meninjau ulang apakah ketentuan ini berpotensi bertabrakan dengan aturan lain, seperti Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi serta Undang-Undang Perlindungan Anak. Mekanisme perlindungan anak dari kekerasan seksual dan kriminalitas siber sebenarnya sudah ada, sehingga regulasi baru seharusnya tidak menghilangkan fungsi perlindungan dan kepastian hukum yang telah lebih dahulu diatur.

Perdebatan mengenai kebijakan ini masih terus berlanjut, dengan berbagai pihak yang menyoroti perlunya pendekatan yang lebih inklusif dan berbasis edukasi dalam menghadapi tantangan era digital.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *