Wanua.id – Kontroversi mengenai zat aditif dalam bahan bakar minyak (BBM) kembali mencuat! Kepala Pusat Riset Konversi dan Konservasi Energi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Tata Sutardi, mengungkap fakta mengejutkan: zat aditif yang dicampurkan ke dalam bensin ternyata tidak mempengaruhi angka Research Octane Number (RON) sama sekali!
“Sebenarnya ini hanya rahasia atau gimmick dari masing-masing penyedia BBM,” ujarnya dalam telewicara melalui aplikasi video Zoom, Selasa, 4 Maret 2025.
Pernyataan ini tentu menimbulkan pertanyaan besar: Apakah konsumen selama ini hanya membeli ilusi? Padahal, berbagai merek BBM mengklaim zat aditif mereka mampu meningkatkan performa mesin dan kebersihan ruang bakar. Namun, apakah benar ada dampak nyata atau ini hanya sekadar strategi pemasaran?
Tata menjelaskan bahwa kandungan zat aditif setiap merek berbeda-beda. Ada yang diklaim bisa menambah performa mesin, ada juga yang dikatakan mengurangi emisi. Namun, apakah semua itu terbukti? Menurutnya, manfaat zat aditif ini sebenarnya bisa diuji secara ilmiah, tapi sering kali hanya menjadi “kosmetik” bagi mesin.
Sementara itu, PT Pertamina Patra Niaga mengakui bahwa mereka memang menambahkan zat aditif dalam produk BBM mereka. Namun, mereka bersikeras bahwa zat aditif ini tidak mengubah angka oktan, hanya meningkatkan kualitas produk.
“Di terminal hanya ada proses penambahan aditif dan warna. Proses ini memberikan keunggulan dan pembeda dengan produk lain,” ujar Pelaksana tugas harian Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Mars Ega Legowo Putra, dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VII DPR RI, Rabu, 26 Februari 2025. Ia pun menegaskan bahwa Pertamina tidak memiliki fasilitas untuk melakukan blending yang bisa mengubah angka oktan.
Namun di tengah kontroversi ini, muncul dugaan lebih besar: Apakah kualitas BBM yang dikonsumsi masyarakat benar-benar sesuai standar? Kritik tajam terus mengarah kepada Pertamina, yang belakangan tersandung kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah. Isu pengoplosan Pertamax dengan Pertalite hingga praktik impor Pertalite dengan harga Pertamax semakin meresahkan publik.
Apakah konsumen selama ini telah membayar lebih mahal untuk kualitas yang tidak terjamin? Ataukah ini hanya bagian dari strategi bisnis raksasa energi? Jawabannya masih menjadi tanda tanya besar yang harus diungkap lebih lanjut!