Pernyataan Prabowo Soal Perluasan Lahan Sawit Memicu Kontroversi, Aktivis Lingkungan Mengecam

oleh -146 Dilihat

Wanua.id – Pernyataan Presiden Prabowo Subianto mengenai perluasan lahan perkebunan kelapa sawit yang disampaikan dalam pidatonya pada Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) 30 Desember 2024 lalu, menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat Indonesia. Dalam pidatonya, Prabowo mengungkapkan bahwa Indonesia harus memperluas lahan kelapa sawit tanpa perlu khawatir akan deforestasi. “Saya kira ke depan kita juga harus tambah tanam kelapa sawit. Enggak usah takut,” ujar Prabowo. Ia menambahkan, “Apa itu katanya membahayakan, deforestation. Namanya kelapa sawit ya pohon, ya kan?”

Pernyataan ini langsung mendapat respons keras dari pegiat lingkungan dan konservasionis yang menilai bahwa pernyataan Prabowo sangat keliru. Menurut mereka, menyamakan kelapa sawit dengan pohon hutan adalah pandangan yang salah dan menunjukkan rendahnya tingkat literasi lingkungan. Mereka menekankan bahwa meskipun kelapa sawit adalah jenis tanaman, ia tidak dapat menggantikan ekosistem hutan alami yang kaya akan keanekaragaman hayati.

Cinta Wong Ee Lynn, seorang penulis yang pernah menulis tentang dampak perkebunan kelapa sawit, menjelaskan dalam tulisannya bahwa perkebunan kelapa sawit adalah monokultur—suatu bentuk perkebunan yang hanya menanam satu jenis tanaman di lahan yang luas. “Perkebunan kelapa sawit tidak dapat tergolong dalam kategori hutan rimba karena tidak memiliki keragaman spesies yang ditemukan dalam ekosistem hutan alami,” ungkap Lynn.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa perkebunan monokultur seperti kelapa sawit membutuhkan penggunaan herbisida, insektisida, dan pupuk sintetis dalam jumlah besar untuk meniru fungsi perlindungan alami yang ada dalam ekosistem hutan. Selain itu, tanaman monokultur tidak memiliki sistem alami untuk menjaga kesuburan tanah, seperti tanaman penutup tanah atau tanaman pengikat nitrogen yang dapat mencegah erosi. “Di lahan sawit, jumlah spesies mikroorganisme dan bakteri menguntungkan di tanah lebih sedikit, dan ini berdampak buruk pada kesehatan tanah dan ekosistem secara keseluruhan,” tambahnya.

Studi ilmiah juga menunjukkan bahwa pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit menyebabkan deforestasi yang masif. Setiap jam, diperkirakan ada sekitar 300 lapangan sepak bola luasnya hutan yang ditebang untuk memberi ruang bagi perkebunan sawit. Selain merusak keanekaragaman hayati dan tanah, perkebunan kelapa sawit juga dikenal boros air, menguras sumber daya air yang diperlukan untuk kelangsungan hidup ekosistem dan masyarakat setempat.

Banyak pihak menilai bahwa pernyataan Prabowo menunjukkan ketidakpahaman terhadap dampak lingkungan dari ekspansi perkebunan kelapa sawit. Perluasan lahan sawit dianggap mengancam keberlanjutan hutan tropis Indonesia yang sudah sangat terdegradasi.

Sementara itu, pemerintah terus menghadapi tekanan untuk mencari keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan. Aktivis lingkungan mendesak agar para pemimpin dan masyarakat Indonesia meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang pentingnya pelestarian hutan dan keberagaman hayati. “Sebanyak apapun, sawit tetap bukan hutan,” tegas Wong Ee Lynn.

Pernyataan ini tentu saja akan terus memicu perdebatan tentang masa depan kebijakan perkebunan kelapa sawit Indonesia yang selama ini menjadi sumber pendapatan negara, namun dengan dampak yang semakin besar terhadap lingkungan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *