Target 75 GW Energi Terbarukan Prabowo: Langkah Awal atau Kurang Ambisius?

oleh -170 Dilihat

Wanua.id, Jakarta — Pernyataan Presiden Prabowo Subianto tentang target penambahan 75 gigawatt (GW) energi terbarukan pada 2040 dan rencana pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbasis batu bara menuai beragam tanggapan. Dalam konferensi G20 di Brasil, Prabowo menyatakan keyakinannya bahwa Indonesia dapat mencapai nol emisi karbon sebelum 2050. Namun, apakah rencana ini cukup untuk menjawab tantangan transisi energi di Indonesia?

Menurut analis Katherine Hasan dari Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA), target tersebut masih berada di bawah standar ambisi global. Katherine berpendapat bahwa angka 75 GW energi terbarukan, meskipun signifikan, belum cukup untuk menutup kesenjangan energi yang akan ditinggalkan oleh penghentian PLTU berbahan bakar fosil. Tambahan ini hanya memenuhi sekitar 35 persen dari proyeksi kebutuhan listrik nasional pada 2040. Untuk mencapai nol emisi, target harus lebih dari dua kali lipat.

Hingga saat ini, 62 persen pasokan listrik Indonesia berasal dari bahan bakar fosil, terutama batu bara. Meskipun rencana pensiun dini PLTU adalah langkah maju, pengurangan emisi karbon memerlukan akselerasi signifikan dalam pengembangan energi terbarukan. Katherine menyoroti pentingnya mengadopsi target yang lebih tinggi, sejalan dengan Rencana Investasi dan Kebijakan Komprehensif (CIPP) dari Kemitraan Transisi Energi Berkeadilan (JETP), yang mencanangkan tambahan 210 GW energi non-fosil pada 2040 dan cakupan energi terbarukan sebesar 80 persen.

Di sisi lain, CREA memproyeksikan bahwa jika hanya menambah 75 GW energi terbarukan, Indonesia masih akan menyaksikan peningkatan 145 persen pembangkit berbasis fosil pada 2040 dibandingkan tahun 2022. Artinya, target saat ini berisiko tidak mengurangi ketergantungan pada batu bara, melainkan hanya memperlambat laju pertumbuhannya.

Dalam pidatonya, Prabowo menyampaikan optimisme bahwa Indonesia memiliki potensi besar dalam energi terbarukan, seperti tenaga surya, angin, dan panas bumi. Namun, Katherine mengingatkan bahwa transisi energi bukan hanya soal potensi, melainkan juga soal keberanian menetapkan target ambisius yang didukung kebijakan yang kuat. Jika kita serius ingin mengakhiri era PLTU batu bara, maka tambahan kapasitas energi terbarukan harus setidaknya 25 persen lebih besar dari target JETP pada 2040.

Prabowo memang telah mengambil langkah pertama dengan menetapkan target energi terbarukan dan rencana penghentian PLTU. Namun, tantangan besar menanti di depan. Dengan pertumbuhan permintaan listrik yang terus meningkat, kebutuhan akan kebijakan yang progresif dan implementasi yang efektif menjadi semakin mendesak. Apakah Indonesia siap untuk menyesuaikan langkahnya dengan ambisi global menuju transisi energi bersih? Hanya waktu yang akan menjawab, tetapi perjalanan menuju nol emisi tidak dapat ditunda lebih lama lagi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *