Proses kenaikan jabatan profesor di Indonesia hingga saat ini masih dipenuhi dengan birokrasi ketat, terutama terkait kesejajaran antara pendidikan S3, publikasi ilmiah, dan bidang penugasan. Kebijakan ini mengharuskan dosen memiliki kesesuaian antara latar belakang pendidikan, riset yang dilakukan, dan mata kuliah yang diajarkan agar bisa naik ke jenjang profesor. Tanpa kesejajaran ini, pengajuan kenaikan jabatan bisa ditolak, meski dosen tersebut memiliki kontribusi yang signifikan di luar kriteria administratif. Kebijakan semacam ini sering kali menghambat dosen yang ingin berinovasi atau melakukan penelitian di bidang baru yang berbeda dari disiplin pendidikan formal mereka.
Namun, meskipun aturan administratif sangat ketat, praktik tidak etis dan pelanggaran akademis masih sering ditemukan. Fenomena “publikasi instan” menjadi salah satu contohnya, di mana dosen hanya fokus mengejar angka kredit melalui publikasi tanpa mempertimbangkan kualitas dan dampak risetnya. Celah dalam sistem ini juga mendorong munculnya program percepatan kenaikan jabatan yang sering kali lebih berorientasi pada pemenuhan angka kredit daripada peningkatan kualitas akademik. Alih-alih memperbaiki mutu pendidikan tinggi, kebijakan ini justru berisiko menciptakan profesor dengan kontribusi minim terhadap perkembangan ilmu pengetahuan.
Beberapa negara menunjukkan bahwa fleksibilitas dalam karier akademik dapat mendorong inovasi dan relevansi. Di luar negeri, dosen dapat memilih fokus karier melalui tiga jalur: pengajaran, penelitian, atau praktik profesional, tanpa harus terpaku pada semua aspek sekaligus. Fleksibilitas ini memungkinkan dosen berkontribusi di area yang sesuai dengan keahlian dan minat mereka, baik dengan berinovasi dalam pengajaran, melakukan penelitian mendalam, atau berperan aktif di dunia industri dan profesi. Dengan demikian, sistem pendidikan tinggi di negara-negara tersebut dapat lebih menghargai beragam kontribusi yang dihasilkan dosen.
Selain mengurangi tekanan publikasi, fleksibilitas seperti ini juga mencegah praktik tidak etis yang sering muncul akibat sistem penilaian yang terlalu kaku. Misalnya, dosen yang lebih berfokus pada praktik dan pengajaran tidak dipaksa untuk melakukan publikasi ilmiah, melainkan diberi kesempatan untuk berkontribusi melalui tulisan di media massa atau jurnal industri. Hal ini tidak hanya lebih relevan dengan keahlian mereka, tetapi juga membantu membawa perspektif praktis yang dapat memperkaya lingkungan akademik. Dengan demikian, universitas dapat menikmati manfaat dari keberagaman peran dan kontribusi dosen tanpa terjebak pada standar administratif yang kaku.
Kebijakan di Indonesia perlu berubah dengan memberikan penekanan lebih besar pada dampak dan kontribusi nyata dibandingkan sekadar kesejajaran administratif. Sistem penilaian yang hanya fokus pada kesesuaian antara pendidikan dan riset sering kali tidak relevan dengan kebutuhan masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan. Dosen yang berkontribusi melalui inovasi pengajaran atau aktif dalam komunitas profesional seharusnya tetap memiliki peluang untuk mencapai jenjang profesor tanpa harus mengikuti jalur riset formal yang tidak sesuai dengan minat atau keahliannya.
Pendekatan interdisipliner juga perlu diperkuat dalam sistem pendidikan tinggi Indonesia. Dengan mendorong kolaborasi lintas bidang ilmu, universitas dapat menghasilkan solusi yang lebih komprehensif dan relevan untuk menghadapi tantangan global. Penelitian yang menggabungkan perspektif berbeda sering kali memberikan hasil yang lebih kreatif dan bermanfaat daripada penelitian yang hanya berfokus pada satu disiplin. Oleh karena itu, sistem evaluasi kenaikan jabatan seharusnya lebih terbuka terhadap variasi latar belakang dan fokus riset dosen.
Kolaborasi dan pertukaran keahlian antar akademisi juga merupakan kunci untuk meningkatkan kualitas penelitian dan pengajaran. Banyak inovasi penting lahir dari kerja sama lintas disiplin dan keterlibatan akademisi dengan praktisi dari industri. Kerja sama semacam ini tidak hanya memperkaya perspektif akademik, tetapi juga membantu menghasilkan penelitian yang lebih aplikatif dan relevan dengan kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, universitas perlu lebih mendorong kolaborasi aktif di antara dosen dengan berbagai latar belakang dan keahlian.
Reformasi sistem kenaikan jabatan profesor di Indonesia sangat penting agar pendidikan tinggi dapat lebih adaptif dan responsif terhadap perubahan global. Sistem yang terlalu kaku dan menekankan pada kesejajaran administratif justru dapat menghambat inovasi dan perkembangan ilmu pengetahuan. Dengan mengutamakan kontribusi, dampak, dan kolaborasi, Indonesia bisa menciptakan lingkungan akademis yang lebih dinamis dan progresif, sekaligus mampu menghadapi tantangan zaman dengan lebih baik. (ar)