Wanua.id – Presiden Prabowo Subianto resmi meluncurkan BPI Danantara, lembaga pengelola investasi terbesar di Indonesia, dengan klaim memiliki US$ 900 miliar aset kelolaan. Namun, Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) memberikan peringatan keras atas potensi penyalahgunaan wewenang, konflik kepentingan, dan lemahnya pengawasan terhadap dana raksasa ini.
Menurut Andry Satrio Nugroho, Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi INDEF, struktur Danantara yang telah ditetapkan masih menyisakan celah moral hazard. Ia menyoroti fakta bahwa jabatan CEO dan COO diisi oleh pejabat publik seperti Menteri Investasi Rosan Roeslani dan Wamen BUMN Dony Oskaria, yang berpotensi menciptakan tumpang tindih kepentingan. “Lucu sekali, wakil menteri menjadi direktur operasional yang diawasi oleh menterinya sendiri. Ini bisa merusak independensi keputusan investasi dan menghilangkan kepercayaan investor,” kata Andry.
INDEF mendesak tiga langkah perbaikan, yaitu penguatan tata kelola dan audit independen, pemisahan peran CEO dan COO dari pejabat negara, serta manajemen risiko yang lebih ketat. Andry menegaskan bahwa tanpa transparansi dan pengawasan yang jelas, Danantara bisa berubah menjadi ladang korupsi baru yang mengancam stabilitas ekonomi.
Presiden Prabowo sebelumnya mengklaim bahwa Rp 300 triliun dana awal untuk investasi di Danantara berasal dari penghematan selama 100 hari kepemimpinannya, dengan fokus pada proyek hilirisasi mineral, pusat data kecerdasan buatan, kilang minyak, petrokimia, produksi pangan, hingga energi terbarukan. Namun, INDEF memperingatkan bahwa tanpa mekanisme pengawasan yang tegas, dana tersebut bisa bocor ke tangan segelintir elite, bukannya digunakan untuk kepentingan rakyat.
Jika tata kelola Danantara tidak segera diperbaiki, bukan tidak mungkin dana investasi raksasa ini justru menjadi skandal ekonomi terbesar dalam sejarah Indonesia.