Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI), Komite Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas PT), dan Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) mengungkapkan keprihatinan atas rencana pemerintah untuk membatalkan kenaikan cukai rokok tahun depan. Langkah ini dinilai sebagai kemunduran dalam upaya perlindungan kesehatan publik dan pengendalian konsumsi rokok.
Menurut Koordinator Riset PKJS-UI, Risky Kusuma Hartono, kenaikan tarif cukai rokok merupakan strategi yang paling efektif dalam menekan konsumsi rokok di Indonesia. “Kenaikan tarif cukai rokok adalah alat paling ampuh untuk mengurangi konsumsi rokok,” ujar Risky beberapa waktu lalu. Ia menambahkan bahwa Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga menekankan pentingnya menaikkan harga rokok melalui kebijakan cukai sebagai langkah efektif pengendalian tembakau.
Indonesia saat ini menjadi salah satu negara dengan prevalensi perokok tertinggi di dunia, dan tanpa tindakan tegas, angka tersebut diperkirakan akan terus meningkat. Studi PKJS-UI menunjukkan bahwa semakin mahal harga rokok, semakin kecil peluang anak-anak untuk mulai merokok. “Harga rokok yang murah menjadi faktor utama yang mendorong anak-anak untuk merokok kembali setelah mereka pernah berhenti,” jelas Risky.
Tak hanya berdampak pada anak-anak, harga rokok yang terjangkau juga membuat masyarakat prasejahtera sulit keluar dari jerat adiksi rokok. “Kemudahan akses rokok di kalangan prasejahtera memperburuk kondisi kesehatan mereka, sekaligus berdampak negatif pada kondisi keuangan keluarga,” tambahnya.
Rencana pemerintah untuk tidak menaikkan cukai rokok diprediksi akan memperlambat berbagai upaya pengendalian konsumsi rokok yang telah direncanakan, serta memberikan dampak buruk terhadap kesehatan publik dan kondisi keuangan negara. (***/ar)