Belanda Pulangkan 288 Harta Karun Budaya ke Indonesia: Langkah Sejarah untuk Keadilan!

oleh -193 Dilihat

Sebuah langkah bersejarah, Belanda mengumumkan pengembalian 288 artefak budaya dari Koleksi Negara Belanda kepada Indonesia. Artefak-artefak ini, yang diambil secara tidak sah selama periode kolonial, dianggap memiliki nilai budaya tinggi bagi Indonesia. Keputusan ini menandai momen penting dalam upaya kedua negara untuk memperbaiki warisan sejarah yang panjang dan kompleks.

Dikutip melalui halaman resmi pemerintah Belanda www.government.nl, keputusan pengembalian artefak ini diumumkan oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, dan Ilmu Pengetahuan Belanda, Eppo Bruins. Dalam pidatonya, Menteri Bruins menekankan pentingnya langkah ini dalam mengakui ketidakadilan masa lalu, khususnya terkait pengambilan benda-benda budaya pada masa kolonial. “Ini adalah kali kedua kami mengembalikan objek yang seharusnya tidak pernah ada di Belanda, berdasarkan rekomendasi dari Komite Koleksi Kolonial,” ujar Bruins. “Pada masa kolonial, artefak budaya sering dijarah atau dipindahkan tanpa persetujuan pemilik asli. Pengembalian ini merupakan langkah penting dalam upaya pemulihan material.”

Komite Koleksi Kolonial, yang dipimpin oleh Lilian Gonçalves-Ho Kang You, memberikan rekomendasi berdasarkan penelitian mendalam tentang asal-usul artefak yang dilakukan oleh Wereldmuseum, di mana sebagian besar benda-benda tersebut disimpan. Proses ini melibatkan kerja sama erat antara ahli dan organisasi dari kedua negara, serta Komite Repatriasi Indonesia.

Artefak yang akan dikembalikan termasuk empat patung Hindu-Buddha—Bhairava, Nandi, Ganesha, dan Brahma—yang diambil dari Jawa pada paruh pertama abad ke-19, serta 284 artefak dari Koleksi Puputan Badung, yang mencakup senjata, koin, perhiasan, dan tekstil. Benda-benda ini dibawa ke Belanda setelah perang melawan kerajaan Badung dan Tabanan di Bali pada tahun 1906. Dengan pengembalian artefak ini, baik Indonesia maupun Belanda berharap dapat melanjutkan dialog konstruktif mengenai sejarah kolonial serta memperkuat kerja sama budaya di masa depan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *